background

Sabtu, 28 Februari 2015

HANG OUT DI TAWANGMANGU


OUTBOND TAWANGMANGU AMANNAH

  • Destination: Outbound training
  • Duration: 1 day
  • Price: Rp 340000
Deskripsi Outbound Amanah Tawangmangu
Kesegaran alam pegunungan selalu menjadi daya tarik luar biasa untuk wisata. Agrowisata Amanah pun merasakan keuntungan ini. Agrowisata Amanah ini terletak lima kilometer dari Pasar Karang Pandan, Tepat nya Jalan Raya Tawangmangu Km 34,3 Desa Karang, Srandon, Kecamatan Karang Pandan, Karanganyar. Obyek wisata ini memberikan banyak fasilitas dari pertanian, peternakan, perikanan, out bond hingga wisata budaya di sekitar lokasi. Nilai budaya dan objek wisata di sekitar Agrowisata Amanah sangatlah beragam. Menjadikan kabupaten ini dan sekitarnya layak untuk di-explore lebih dalam lagi. Bagi yang menyukai sebuah petualangan, bisa hiking ke Gunung Lawu ataupun trekking ke Gunung Purung. Untuk penggemar budaya bisa mengunjungi beberapa candi serta desa di sekitarnya yang terkena pengaruh budaya Hindu dan Budha. Wisata alam di sekitar tempat ini pun cukup menjanjikan. Gunung Lawu, Grojogan sewu dan jumog, Gunung Purung, Telaga Sarangan, Kebun Teh Desa Kemuning, trekking lintas alam maupun lintas hutan cemara Sekipan. Wisata Budaya Candi Sukuh dan Ceto, Istana Giri Bangun, Desa Hindu Kemuning, Istana Giri Bangun, Matesih sampai aneka kerajinan-budidaya masyarakat lokal.
Fasilitas yang paling digemari pengunjung adalah tempat untuk outbond yang komplet. Training maupun refreshing bisa dilakukan di sini. Mulai dari family gathering sampai dengan aneka games yang membutuhkan teamwork. Amanah juga menyediakan fasilitas homestay bagi tamu yang melakukan outbond dan ingin menginap. Di homestay, pengunjung dapat beristirahat sambil menikmati sejuknya udara dan indahnya pemandangan di sekitarnya.

Selasa, 17 Februari 2015

MATESIH - KARANGANYAR
Anda pernah berkunjung ke matesih...
Matesih yg terletak tak jauh dari Tawangmangu yang lokasinya sangat strategis dalam hal PARIWISATAnya dan mampu menarik para wisatawan asing datang mengunjungi matesih. dan kalian akan disuguhkan dengan pemandangan yg sangat indah sekaligus udara yang sangat sejuk, makam mantan presiden SOEHARTO misalnya yang tiap minggu / tiap hari yg tak sepi dari pengunjung untuk berziarah atau hanya sekedar nongkrong di buk loreng. tradisi anak remaja matesih inilah yg sering saya liput.  biasanya yg sering berkunjung keBuk loreng ini anak remaja  putra maupun putri asal matesih yg tiap minggu pagi / sore jalan santai atau istilahnya (jogging) dengan  suasana yg sangat meriah.

Kamis, 12 Februari 2015

OBJEK Wisata SAPTA TIRTA MATESIH

sumber air blengnzd1dxij OBJEK wisata SAPTA TIRTA di Desa Pablengan, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, tidak berkelebihan jika dikatakan sebagai salah satu keajaiban alam di bumi Indonesia. Sapta Tirta, sapta artinya tujuh, tirta artinya air. Sapta Tirta maksudnya, tujuh mata air. Uniknya, tujuh mata air tersebut berkumpul di satu areal sekitar 2 hektar. Jarak satu mata air yang satu dengan mata air yang lain, paling dekat kurang lebih 5 meter, paling jauh kira-kira 15 meter. Ke-7 mata air tersebut mengeluarkan air yang kandungan mineralnya satu sama lain berbeda.
Objek wisata alam ini terletak di jalan raya yang menghubungkan Karangpandan dan Astana (= makam raja) Mangadeg Girilayu. Jarak Sapta Tirta dengan Kota Karanganyar, ibukota Kabupaten Karanganyar, sekitar 20 km. Objek wisata ini terletak di kaki Gunung Lawu berhawa sejuk, dengan latar belakang hutan pinus Argotiloso.
“Sapta Tirta ini mempunyai kaitan erat dengan sejarah perjuangan Pangeran Raden Mas Said melawan VOC, tahun 1741 sampai 1757″, kata Sugeng, 32 tahun, salah seorang pengelola Sapta Tirta.
Dulu lokasi ini bekas benteng pertahanan Pangeran Raden Mas Said, yang karena saktinya, beliau mendapat julukan Pangeran Sambernyawa. VOC memang berhasil menduduki benteng itu. Lalu benteng diobrak-abrik rata dengan tanah. Tetapi Sapta Tirta tidak terusik sampai sekarang. Pangeran Sambernyawa mundur, tetapi terus gigih melawan pasukan tentara VOC. Sampai akhhirnya VOC kuwalahan menghadapi gerilya Pangeran Sambernyawa dan para pengikutnya.
Tanggal 17 Maret 1757 perlawanan Pangeran Sambernyawa berhenti. Tanggal itu terjadi perdamaian dan perjanjian, dihadiri oleh Raja Surakarta Hadiningrat Pakubuwana ke-III, Sultan Jogja, VOC, dan Pangeran Sambernyawa. Hasilnya, Pangeran Sambernyawa mendapat daerah otonomi atau Praja Mangkunegaran, dan beliau mendapat sebutan Kanjeng Gusti Pangeran Ario Adipati (KGPAA) Mangkunegara I.
Salah satu peninggalan Pangeran Sambernyawa adalah tempat semedi (=tafakur). Tempat tersebut berpagar besi, luasnya sekira 2 meter persegi. Tempat keramat tersebut tertulis kaligrafi huruf Jawa: ega. “Kepanjangan huruf ega adalah Eyang Gusti Aji alias Pangeran Sambernyawa, yang nama kecilnya Raden Mas Sahid.
Bila masuk kompleks ini, sebaiknya berlaku santun. Karena tempat ini peninggalan bangsawan sakti. Misalnya, jangan seenaknya buang air kecil di sini. Gunakan adab yang santun dan jauhi perilaku yang tak beradab.
Sebenarnya ada 8 sumber, yaitu sumber air tawar. Tetapi letaknya di bukit, di atas, tak jauh dari kompleks Sapta Tirta. Di kompleks ini disediakan mushola. Bangunan kuno yang lain, selain tempat semedi, adalah Pemandian Keputren. Dulu memang tempat mandi para puteri. Tempat ini juga keramat. Orang tidak boleh berlaku sembarangan. Kalau mau masuk atau mandi, harus seijin pengelola. Orang yang hendak berziarah ke makam raja-raja di Astana Mangadeg Giribangun, biasanya mandi dulu di Pemandian Keputren dan mohon ijin Pangeran Sambernyawa di petak semedi.
Ketujuh sumber air tersebut adalah:
  • Sumber Air Bleng. Airnya rasa asin. Biasanya orang mengambil air di sumber ini untuk membuat karak, atau semacam krupuk yang bahan bakunya dari beras atau nasi. Apakah harus membayar? Bayarnya jika mau masuk kompleks, Rp 3.000,- (Oktober 2009). Kalau mau ambil air bleng, tidak perlu bayar. Sumber air bleng ini tidak pernah kering, sejak jaman dulu sampai sekarang.
  • Sumber Air Hangat. Airnya memang hangat. Biasanya untuk mencucikan badan sekaligus untuk mengobati berbagai penyakit kulit, misalnya gatal-gatal. Juga bisa untuk mengobati rematik.
  • Sumber Air Kasekten. Kata kasekten dari kata sakti. Air dari sumber ini biasanya untuk kekuatan, kesehatan, atau untuk mensucikan jiwa raga.
  • Sumber Air Hidup. Air hidup boleh untuk mencuci muka. Bagi yang percaya, air hidup bisa membuat wajah tampak awet muda. Ada pula yang mengambil air ini untuk bagian dari upacara pernikahan.
  • Sumber Air Mati. Air yang keluar dari sumber ini dilarang keras untuk dibuat cuci muka, cuci tangan, apalagi untuk minum. Air di sumber ini mengandung mineral yang berbahaya jika diminum (CO2?). Sumber Air Mati tidak pernah bertambah atau berkurang, dari jaman dulu sampai saat ini.
  • Sumber Air Soda. Jika air dari sumber ini diminum, terasa rasa soda. Konon air soda Sapta Tirta bisa untuk obat berbagai penyakit dalam, misalnya sakit ginjal, lever, gula, juga TBC.
  • Sumber Air Urus-urus. Air dari sumber ini dapat dijadikan urus-urus atau cuci perut, atau memperlancar buang air besar.
ITULAH Sapta Tirta, salah satu wisata alam yang “ajaib”. Saat ini, Sapta Tirta terus dibangun dan dikembangkan, disesuaikan dengan selera konsumennya. Misalnya ditambah dengan panggung terbuka dan flyng fox buat meluncur dari atas bukit. Suatu permainan baru yang banyak digemari kaum remaja.
Menurut Sugeng, jumlah pengunjung mencapai puncaknya pada saat 1 Suro (1 Muharam) malam. Pada saat itu jumlah pengunjung bisa mencapai ratusan. Mereka banyak yang bermalam di kompleks ini sampai dini hari. Oleh sebab itu, sekarang telah disediakan panggung terbuka untuk menyajikan hiburan. Jenisnya pagelaran wayang kulit semalam suntuk, atau sendra tari, atau hiburan lain yang bersifat seni klasik.
Sapta Tirta buka mulai pukul 8 pagi sampai sore hari. Tetapi bagi mereka yang datang setiap waktu, misalnya malam hari, pengelola selalu siap melayani. Perlu diketahui, kompleks ini sering dijadikan “menyepi dan semedi” di kala malam hari. Pengunjung tidak hanya dari Pulau Jawa, tetapi juga ada yang datang dari luar Jawa. Bahkan, ada yang datang dari manca negara, tetapi umumnya, mereka dari suku Jawa. Atau masih keturunan, atau “trah” KGPAA Mangkunegara I alias Pangeran Sambernyawa.




Diposkan oleh; Sena Andy di matesih comunity
fb ; Mboloodancukk banditmatesih communty

7 mata air ke ajaiban di Karanganyar SAPTA TIRTA



Pemandian Sapta Tirta Pemandian Sapta Tirta Sumber Air Pablengan merupakan pemandian bersejarah peninggalan masa kerajaan Mangkunegara VI. Terdapat bangunan sakral berupa pemandian terbuka yang disebut Pemandian Kaputren, yang memiliki 6 kamar mandi. Sapta Tirta yang merupakan salah satu Tempat Pemandian air hangat di seputaran Matesih. Sumber Air Sapta Tirta Saat ini di renovasi lagi oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Karanganyar, Pembangunan area wisata sumber mata air Sapta tirta Membuat tempat itu semakin Rapi Dan Indah Di Pandang Mata. Sapta Tirta Berada Di Bawah Bukit Yang Bernama Argo Tiloso Yang berada DeSa Pablengan, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jateng. Nama desa Pablengan Tempat Sumber Air sapta Tirta ini sendiri di Ambil dari Salah satu Mata air dari Ketujuh Mata Air Sapta Tirta, yaitu Banyu Bleng, Banyu Anget, Banyu Kasekten, Banyu Urip, Banyu Mati, Banyu Soda, Banyu Urus-Urus.

Tempat Pemandian Para Keluarga Kraton (Kerabat Kraton)
OBJEK wisata Sapta Tirta di Desa Pablengan, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, tidak berkelebihan jika dikatakan sebagai salah satu keajaiban alam di bumi Indonesia. Sapta Tirta, sapta artinya tujuh, tirta artinya air. Sapta Tirta maksudnya, tujuh mata air. Uniknya, tujuh mata air tersebut berkumpul di satu areal sekitar 2 hektar. Jarak satu mata air yang satu dengan mata air yang lain, paling dekat kurang lebih 5 meter, paling jauh kira-kira 15 meter. Ke-7 mata air tersebut mengeluarkan air yang kandungan mineralnya satu sama lain berbeda.

Objek wisata alam ini terletak di jalan raya yang menghubungkan Karangpandan dan Astana (= makam raja) Mangadeg Girilayu. Jarak Sapta Tirta dengan Kota Karanganyar, ibukota Kabupaten Karanganyar, sekitar 20 km. Objek wisata ini terletak di kaki Gunung Lawu berhawa sejuk, dengan latar belakang hutan pinus Argotiloso.

"Sapta Tirta ini mempunyai kaitan erat dengan sejarah perjuangan Pangeran Raden Mas Said melawan VOC, tahun 1741 sampai 1757", kata Sugeng, 32 tahun, salah seorang pengelola Sapta Tirta.

sapta tirtaDulu, kata Sugeng, lokasi ini bekas benteng pertahanan Pangeran Raden Mas Said, yang karena saktinya, beliau mendapat julukan Pangeran Sambernyawa. VOC memang berhasil menduduki benteng itu. Lalu benteng diobrak-abrik rata dengan tanah. Tetapi Sapta Tirta tidak terusik sampai sekarang. Pangeran Sambernyawa mundur, tetapi terus gigih melawan pasukan tentara VOC. Sampai akhhirnya VOC kuwalahan menghadapi gerilya Pangeran Sambernyawa dan para pengikutnya.

Tanggal 17 Maret 1757 perlawanan Pangeran Sambernyawa berhenti. Tanggal itu terjadi perdamaian dan perjanjian, dihadiri oleh Raja Surakarta Hadiningrat Pakubuwana ke-III, Sultan Jogja, VOC, dan Pangeran Sambernyawa. Hasilnya, Pangeran Sambernyawa mendapat daerah otonomi atau Praja Mangkunegaran, dan beliau mendapat sebutan Kanjeng Gusti Pangeran Ario Adipati (KGPAA) Mangkunegara I.

SALAH satu peninggalan Pangeran Sambernyawa adalah tempat semedi (=tafakur). Tempat tersebut berpagar besi, luasnya sekira 2 meter persegi. Tempat keramat tersebut tertulis kaligrafi huruf Jawa: ega. "Kepanjangan huruf ega adalah Eyang Gusti Aji alias Pangeran Sambernyawa, yang nama kecilnya Raden Mas Sahid", ujar Sugeng.

"Dulu tempat ini digunakan orang untuk minta nomor.. Nah lo" kata Bu Darsa, 45 tahun, mantan penjaga kompleks ini. Dia menjaga kompleks iui sejak remaja. Dulu dia sering tidur di kompleks ini. Dia bertugas sebagai penjaga sekaligus bagian kebersihan di Sapta Marga selama 30 tahun.  Bu Darsa yang kini berjualan di kios makanan dan minuman di Sapta Marga mengaku, dulu, saat dia tidur di kompleks itu, beberapa kali menjumpai seorang bangasawan tua, berjenggot panjang sekali. Juga seorang putri yang sudah tua. Kedua tokoh bangsawan yang dijumpai dalam alam metafisik tersebut, sikapnya sangat baik terhadap Bu Darsa. Mereka memanggil Bu Darsa, saat itu, dengan kata 'nduk’ singkatan kata genduk. Panggilan untuk gadis kecil di Jawa.

Bu Darsa mengingatkan, bila masuk kompleks ini, sebaiknya berlaku santun. Karena tempat ini peninggalan bangsawan sakti. Misalnya, jangan seenaknya buang air kecil di sini. Gunakan adab yang santun dan jauhi perilaku yang tak beradab.

SEBENARNYA ada 8 sumber, yaitu sumber air tawar. Tetapi letaknya di bukit, di atas, tak jauh dari kompleks Sapta Tirta. Di kompleks ini disediakan mushola. Bangunan kuno yang lain, selain tempat semedi, adalah Pemandian Keputren. Dulu memang tempat mandi para puteri. Tempat ini juga keramat. Orang tidak boleh berlaku sembarangan. Kalau mau masuk atau mandi, harus seijin pengelola. Orang yang hendak berziarah ke makam raja-raja di Astana Mangadeg Giribangun, biasanya mandi dulu di Pemandian Keputren dan mohon ijin Pangeran Sambernyawa di petak semedi.
Ketujuh sumber air tersebut adalah:


 1. Sumber Air Bleng. Airnya rasa asin. Biasanya orang mengambil air di sumber ini untuk membuat karak, atau semacam krupuk yang bahan bakunya dari beras atau nasi. Apakah harus membayar? Bayarnya jika mau masuk kompleks, Rp 3.000,- (27 Juni 2010). Kalau mau ambil air bleng, tidak perlu bayar. Sumber air bleng ini tidak pernah kering, sejak jaman dulu sampai sekarang.



 2. Sumber Air Hangat. Airnya memang hangat. Biasanya untuk mencucikan badan sekaligus untuk mengobati berbagai penyakit kulit, misalnya gatal-gatal. Juga bisa untuk mengobati rematik. 


   3. Sumber Air Kasekten. Kata kasekten dari kata sakti. Air dari sumber ini biasanya untuk kekuatan, kesehatan, atau untuk mensucikan jiwa raga.
   4. Sumber Air Hidup. Air hidup boleh untuk mencuci muka. Bagi yang percaya, air hidup bisa membuat wajah tampak awet muda. Ada pula yang mengambil air ini untuk bagian dari upacara pernikahan.
 5. Sumber Air Mati Tenang. Air yang keluar dari sumber ini dilarang keras untuk dibuat cuci muka, cuci tangan, apalagi untuk minum. Air di sumber ini mengandung mineral yang berbahaya jika diminum (CO2?). Sumber Air Mati tidak pernah bertambah atau berkurang, dari jaman dulu sampai saat ini.

6. Sumber Air Soda. Jika air dari sumber ini diminum, terasa rasa soda. Konon air soda Sapta Tirta bisa untuk obat berbagai penyakit dalam, misalnya sakit ginjal, lever, gula, juga TBC.

7. Sumber Air Urus-urus. Air dari sumber ini dapat dijadikan urus-urus atau cuci perut, atau memperlancar buang air besar.



ITULAH Sapta Tirta, salah satu wisata alam yang "ajaib". Saat ini, Sapta Tirta terus dibangun dan dikembangkan, disesuaikan dengan selera konsumennya. Misalnya ditambah dengan panggung terbuka dan flyng fox buat meluncur dari atas bukit. Suatu permainan baru yang banyak digemari kaum remaja.

Jumlah pengunjung mencapai puncaknya pada saat 1 Suro (1 Muharam) malam. Pada saat itu jumlah pengunjung bisa mencapai ratusan. Mereka banyak yang bermalam di kompleks ini sampai dini hari. Oleh sebab itu, sekarang telah disediakan panggung terbuka untuk menyajikan hiburan. Jenisnya pagelaran wayang kulit semalam suntuk, atau sendra tari, atau hiburan lain yang bersifat seni klasik.

Sapta Tirta buka mulai pukul 8 pagi sampai sore hari. Tetapi bagi mereka yang datang setiap waktu, misalnya malam hari, pengelola selalu siap melayani. Perlu diketahui, kompleks ini sering dijadikan "menyepi dan semedi" di kala malam hari (menurut petugas, biasanya pada malam jum'at keliwon). 
Pengunjung tidak hanya dari Pulau Jawa, tetapi juga ada yang datang dari luar Jawa. Bahkan, ada yang datang dari manca negara, tetapi umumnya, mereka dari suku Jawa. Atau masih keturunan, atau "trah" KGPAA Mangkunegara I alias Pangeran Sambernyawa 

Selasa, 03 Februari 2015

GUNUNG LAWU YANG MENYIMPAN SEJUTA CERITA

Gunung Lawu yang menyimpan sejuta cerita. Gunung Lawu penuh sejarah yang sangat erat kaitannya dengan kerajaan terbesar di nusantara, Kerajaan Majapahit.  
Berdasarkan cerita di tengah masyarakat sekitar, gunung tertua di Pulau Jawa merupakan tempat Prabu Brawijaya mengasingkan diri. Raja Majapahit terakhir itu menjadikan Gunung Lawu sebagai area pertapaan di sisa hidupnya, dan didampingi oleh dua abdi dalem setianya yaitu Sabdo Palon dan Noyo Genggong.
Konon, Prabu Brawijaya memilih mengasingkan diri di gunung tersebut lantaran menghindari kejaran anaknya, Raden Patah. Prabu Brawijaya menghindari pertumpahan darah karena menolak mengikuti aliran kepercayaan yang dianut Raden Patah.
Beliau juga mendapat wangsit bahwa kejayaan Majapahit dengan kepercayaan Hindu akan pudar, dan diganti dengan kejayaan kerajaan baru yaitu Demak, yang dipimpin putranya, Raden Patah.

Selain untuk menjauh dari kejaran putranya, Brawijaya juga menghindar dari pasukan Adipati Cepu yang memiliki dendam kesumat padanya. Terlebih lagi, saat itu Majapahit mulai runtuh, sehingga Adipati Cepu semakin berani menentang Brawijaya. 
Terus-terusan dikejar, ternyata memancing rasa sakit hati dan kekecewaan. Prabu Brawijaya pun mengucapkan sumpah yang isinya melarang seluruh keturunan Adipati Cepu maupun orang dari Cepu naik ke Gunung Lawu. Sampai saat ini, pendaki dari daerah tersebut tak berani ke Gunung Lawu, karena diyakini mereka yang melanggar akan mendapat celaka. 
Keberadaan Prabu Wijaya di Gunung Lawu ditandai dengan adanya batu nisan yang dipercaya sebagai petilasan. Penduduk sekitar menyebutnya Sunan Lawu. Tempat itupun dikeramatkan hingga kini.
Seorang spiritual Jawa sekaligus juru kunci Gunung Malang yang merupakan anak Gunung Lawu, Lawu menjadi salah satu pusat budaya dan tempat sakral di Pulau Jawa.

"Misalnya Candi Ceto, Candi Sukuh, juga petilasan Raden Brawijaya di puncak Lawu yakni cungkup (rumah kecil yang di tengah-tengahnya terdapat kuburan),
 Lawu merupakan gunung purba. Berdasar catatan sejarah, gunung tersebut pernah meletus dahsyat. Ini dibuktikan dengan adanya bebatuan berukuran besar yang bertebaran di wilayah sekitar kaki gunung.
"Contohnya batu yang ada di depan monumen Bu Tien di Desa Jaten. Ukurannya cukup besar dan dan sangat berat. Belum lagi yang berada di wilayah Matesih, Karangpandan, dan yang lainnya, " jelasnya
Gunung yang membelah dua provinsi itu, juga terkenal akan keragaman flora dan fauna yang sampai saat masih terjaga kelestariannya. Masyarakat setempat sangat takut merusak hutan sekitar Lawu, karena meyakini akan terkena tuah penjaga gunung.
"Jika kita menjaga alam, maka ia akan menjaga kita dengan baik," pungkasnya.
TAMAT....

Total Tayangan Halaman