Objek wisata alam ini terletak di jalan
raya yang menghubungkan Karangpandan dan Astana (= makam raja) Mangadeg
Girilayu. Jarak Sapta Tirta dengan Kota Karanganyar, ibukota Kabupaten
Karanganyar, sekitar 20 km. Objek wisata ini terletak di kaki Gunung
Lawu berhawa sejuk, dengan latar belakang hutan pinus Argotiloso.
“Sapta Tirta ini mempunyai kaitan erat dengan sejarah perjuangan Pangeran Raden Mas Said melawan VOC, tahun 1741 sampai 1757″, kata Sugeng, 32 tahun, salah seorang pengelola Sapta Tirta.
“Sapta Tirta ini mempunyai kaitan erat dengan sejarah perjuangan Pangeran Raden Mas Said melawan VOC, tahun 1741 sampai 1757″, kata Sugeng, 32 tahun, salah seorang pengelola Sapta Tirta.
Dulu lokasi ini bekas benteng pertahanan
Pangeran Raden Mas Said, yang karena saktinya, beliau mendapat julukan
Pangeran Sambernyawa. VOC memang berhasil menduduki benteng itu. Lalu
benteng diobrak-abrik rata dengan tanah. Tetapi Sapta Tirta tidak
terusik sampai sekarang. Pangeran Sambernyawa mundur, tetapi terus
gigih melawan pasukan tentara VOC. Sampai akhhirnya VOC kuwalahan
menghadapi gerilya Pangeran Sambernyawa dan para pengikutnya.
Tanggal 17 Maret 1757 perlawanan
Pangeran Sambernyawa berhenti. Tanggal itu terjadi perdamaian dan
perjanjian, dihadiri oleh Raja Surakarta Hadiningrat Pakubuwana ke-III,
Sultan Jogja, VOC, dan Pangeran Sambernyawa. Hasilnya, Pangeran
Sambernyawa mendapat daerah otonomi atau Praja Mangkunegaran, dan
beliau mendapat sebutan Kanjeng Gusti Pangeran Ario Adipati (KGPAA)
Mangkunegara I.
Salah
satu peninggalan Pangeran Sambernyawa adalah tempat semedi (=tafakur).
Tempat tersebut berpagar besi, luasnya sekira 2 meter persegi. Tempat
keramat tersebut tertulis kaligrafi huruf Jawa: ega. “Kepanjangan huruf
ega adalah Eyang Gusti Aji alias Pangeran Sambernyawa, yang nama
kecilnya Raden Mas Sahid.
Bila masuk kompleks ini, sebaiknya
berlaku santun. Karena tempat ini peninggalan bangsawan sakti.
Misalnya, jangan seenaknya buang air kecil di sini. Gunakan adab yang
santun dan jauhi perilaku yang tak beradab.
Sebenarnya ada 8 sumber, yaitu sumber
air tawar. Tetapi letaknya di bukit, di atas, tak jauh dari kompleks
Sapta Tirta. Di kompleks ini disediakan mushola. Bangunan kuno yang
lain, selain tempat semedi, adalah Pemandian Keputren. Dulu memang
tempat mandi para puteri. Tempat ini juga keramat. Orang tidak boleh
berlaku sembarangan. Kalau mau masuk atau mandi, harus seijin
pengelola. Orang yang hendak berziarah ke makam raja-raja di Astana
Mangadeg Giribangun, biasanya mandi dulu di Pemandian Keputren dan
mohon ijin Pangeran Sambernyawa di petak semedi.
Ketujuh sumber air tersebut adalah:
- Sumber Air Bleng. Airnya rasa asin. Biasanya orang mengambil air di sumber ini untuk membuat karak, atau semacam krupuk yang bahan bakunya dari beras atau nasi. Apakah harus membayar? Bayarnya jika mau masuk kompleks, Rp 3.000,- (Oktober 2009). Kalau mau ambil air bleng, tidak perlu bayar. Sumber air bleng ini tidak pernah kering, sejak jaman dulu sampai sekarang.
- Sumber Air Hangat. Airnya memang hangat. Biasanya untuk mencucikan badan sekaligus untuk mengobati berbagai penyakit kulit, misalnya gatal-gatal. Juga bisa untuk mengobati rematik.
- Sumber Air Kasekten. Kata kasekten dari kata sakti. Air dari sumber ini biasanya untuk kekuatan, kesehatan, atau untuk mensucikan jiwa raga.
- Sumber Air Hidup. Air hidup boleh untuk mencuci muka. Bagi yang percaya, air hidup bisa membuat wajah tampak awet muda. Ada pula yang mengambil air ini untuk bagian dari upacara pernikahan.
- Sumber Air Mati. Air yang keluar dari sumber ini dilarang keras untuk dibuat cuci muka, cuci tangan, apalagi untuk minum. Air di sumber ini mengandung mineral yang berbahaya jika diminum (CO2?). Sumber Air Mati tidak pernah bertambah atau berkurang, dari jaman dulu sampai saat ini.
- Sumber Air Soda. Jika air dari sumber ini diminum, terasa rasa soda. Konon air soda Sapta Tirta bisa untuk obat berbagai penyakit dalam, misalnya sakit ginjal, lever, gula, juga TBC.
- Sumber Air Urus-urus. Air dari sumber ini dapat dijadikan urus-urus atau cuci perut, atau memperlancar buang air besar.
ITULAH Sapta Tirta, salah satu wisata
alam yang “ajaib”. Saat ini, Sapta Tirta terus dibangun dan
dikembangkan, disesuaikan dengan selera konsumennya. Misalnya ditambah
dengan panggung terbuka dan flyng fox buat meluncur dari atas bukit.
Suatu permainan baru yang banyak digemari kaum remaja.
Menurut Sugeng, jumlah pengunjung
mencapai puncaknya pada saat 1 Suro (1 Muharam) malam. Pada saat itu
jumlah pengunjung bisa mencapai ratusan. Mereka banyak yang bermalam di
kompleks ini sampai dini hari. Oleh sebab itu, sekarang telah
disediakan panggung terbuka untuk menyajikan hiburan. Jenisnya
pagelaran wayang kulit semalam suntuk, atau sendra tari, atau hiburan
lain yang bersifat seni klasik.
Sapta Tirta buka mulai pukul 8 pagi
sampai sore hari. Tetapi bagi mereka yang datang setiap waktu, misalnya
malam hari, pengelola selalu siap melayani. Perlu diketahui, kompleks
ini sering dijadikan “menyepi dan semedi” di kala malam hari.
Pengunjung tidak hanya dari Pulau Jawa, tetapi juga ada yang datang
dari luar Jawa. Bahkan, ada yang datang dari manca negara, tetapi
umumnya, mereka dari suku Jawa. Atau masih keturunan, atau “trah” KGPAA
Mangkunegara I alias Pangeran Sambernyawa.
Diposkan oleh; Sena Andy di matesih comunity
fb ; Mboloodancukk banditmatesih communty
Diposkan oleh; Sena Andy di matesih comunity
fb ; Mboloodancukk banditmatesih communty
Tidak ada komentar:
Posting Komentar