Gunung Lawu yang menyimpan sejuta cerita. Gunung Lawu penuh sejarah yang sangat erat
kaitannya dengan kerajaan terbesar di nusantara, Kerajaan Majapahit.
Berdasarkan
cerita di tengah masyarakat sekitar, gunung tertua di Pulau Jawa
merupakan tempat Prabu Brawijaya mengasingkan diri. Raja Majapahit
terakhir itu menjadikan Gunung Lawu sebagai area pertapaan di sisa
hidupnya, dan didampingi oleh dua abdi dalem setianya yaitu Sabdo Palon
dan Noyo Genggong.
Konon, Prabu Brawijaya memilih mengasingkan
diri di gunung tersebut lantaran menghindari kejaran anaknya, Raden
Patah. Prabu Brawijaya menghindari pertumpahan darah karena menolak
mengikuti aliran kepercayaan yang dianut Raden Patah.
Beliau juga
mendapat wangsit bahwa kejayaan Majapahit dengan kepercayaan Hindu akan
pudar, dan diganti dengan kejayaan kerajaan baru yaitu Demak, yang
dipimpin putranya, Raden Patah.
Selain untuk menjauh dari
kejaran putranya, Brawijaya juga menghindar dari pasukan Adipati Cepu
yang memiliki dendam kesumat padanya. Terlebih lagi, saat itu Majapahit
mulai runtuh, sehingga Adipati Cepu semakin berani menentang Brawijaya.
Terus-terusan dikejar, ternyata memancing rasa sakit hati dan
kekecewaan. Prabu Brawijaya pun mengucapkan sumpah yang isinya melarang
seluruh keturunan Adipati Cepu maupun orang dari Cepu naik ke Gunung
Lawu. Sampai saat ini, pendaki dari daerah tersebut tak berani ke Gunung
Lawu, karena diyakini mereka yang melanggar akan mendapat celaka.
Keberadaan
Prabu Wijaya di Gunung Lawu ditandai dengan adanya batu nisan yang
dipercaya sebagai petilasan. Penduduk sekitar menyebutnya Sunan Lawu.
Tempat itupun dikeramatkan hingga kini.
Seorang spiritual Jawa
sekaligus juru kunci Gunung Malang yang merupakan anak Gunung Lawu, Lawu menjadi salah satu pusat budaya dan tempat
sakral di Pulau Jawa.
"Misalnya Candi Ceto, Candi Sukuh, juga petilasan Raden Brawijaya di puncak Lawu yakni cungkup
(rumah kecil yang di tengah-tengahnya terdapat kuburan),
Lawu merupakan gunung purba. Berdasar
catatan sejarah, gunung tersebut pernah meletus dahsyat. Ini dibuktikan
dengan adanya bebatuan berukuran besar yang bertebaran di wilayah
sekitar kaki gunung.
"Contohnya batu yang ada di depan monumen Bu
Tien di Desa Jaten. Ukurannya cukup besar dan dan sangat berat. Belum
lagi yang berada di wilayah Matesih, Karangpandan, dan yang lainnya, "
jelasnya
Gunung yang membelah dua provinsi itu, juga terkenal
akan keragaman flora dan fauna yang sampai saat masih terjaga
kelestariannya. Masyarakat setempat sangat takut merusak hutan sekitar
Lawu, karena meyakini akan terkena tuah penjaga gunung.
"Jika kita menjaga alam, maka ia akan menjaga kita dengan baik," pungkasnya.
TAMAT....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar