background

Selasa, 27 Januari 2015

AIR TERJUN GROOGAN SEWU

Catatan Perjalanan Air Terjun Grojogan Sewu. Dari beberapa air terjun yang pernah aku datangi, Grojogan Sewu aku anggap sebagai salah satu air terjun terindah. Dengan ketinggian yang cukup dan debit air yang besar membuat air terjun di daerah Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah ini begitu istimewa. 
Grojogan Sewu merupakan air terjun yang terletak di lereng Gunung Lawu sekitar 27 kilometer sebelah timur Kota Karanganyar. Grojogan Sewu memiliki ketinggian sekitar 80 meter. Berangkat dari Kota Solo dengan my friend Ellang Gank, kami meluncur ke Tawangmangu naik bus dari Terminal Tirtonadi Solo.
catatan perjalanan air terjun grojogan sewu
Air Terjun Grojogan Sewu
Bus melaju sekitar 2 jam menuju terminal Tawangmangu dengan ongkos 10 ribu perak/orang. Dari terminal Tawangmangu menuju lokasi air terjun sebenarnya bisa dengan jalan kaki karena letaknya tidak terlalu jauh, tapi karena waktu itu turun hujan, jadinya kami naik angkutan umum dengan ongkos 5 ribu/orang.

air terjun grojogan sewu
Menuruni anak tangga
Di sepanjang jalan menuju pintu masuk tadi, terdapat kios-kios yang menjual pernak-pernik khas Tawangmangu seperti bunga Edelweis, aksesoris, dan lain-lain. Akhirnya kami pun sampai di depan pintu masuk air terjun Grojogan Sewu, tak lupa narsis sedikit karena ada yang mengatakan no picture = hoax hehehehe. Setelah membayar tiket masuk sebesar Rp 6 ribu/orang (sekarang naik jadi 8 ribu), kami langsung menuju air terjun dengan menuruni ratusan anak tangga. Oh iya, di Grojogan Sewu ini banyak sekali kera yang hidup dan berkeliaran dengan bebas. Hati-hati dengan barang bawaanmu terutama makanan dan minuman, karena kera-kera disini cukup usil.


Butuh waktu sekitar 20 menit untuk menuruni tangga ini. Tangga untuk turun dan naik dipisahkan sehingga pengunjung yang akan turun dan naik tidak saling bertabrakan. Di lokasi air terjun Grojogan Sewu terdapat 2 buah kolam renang yang diperuntukkan bagi anak-anak dan dewasa. Disini juga banyak sekali tukang ojek payung yang menawarkan jasanya (kebetulan waktu itu sedang gerimis).

air terjun grojogan sewu
Kolam Renang Anak-anak
Dari jauh terlihat gagahnya air terjun Grojogan Sewu dengan debit airnya yang sangat besar. Kami bilang sangat besar karena dibanding air terjun yang pernah kami kunjungi seperti Sedudo, Coban Rondo, dan lainnya, air terjun Grojogan Sewu ini memiliki pancuran air yang lebih besar.

catatan perjalanan grojogan  sewu tawangmangu
Grojogan Sewu
Selain menikmati air terjun, di lokasi wisata Grojogan Sewu terdapat permainan flying fox yang cocok buat anak-anak. Yang khas di daerah Tawangmangu khususnya Grojogan Sewu ini adalah menu sate kelinci yang jarang ada di kota-kota besar. Satu porsi sate kelinci plus lontong harganya cuma 10 ribu perak.

catatan perjalanan air terjun grojogan sewu
Flying Fox

air terjun grojogan sewu
Renang
Puas menikmati dan berfoto di lokasi air terjun, kami menuju kolam renang yang memang menjadi tujuan utama kami kesini selain air terjun itu sendiri. Kolam renang ini tidak terlalu luas namun airnya sangat  segar dan dingin pastinya. Istimewanya lagi, pengunjung tidak ditarik biaya tambahan bila berenang disini termasuk kamar mandi dan ruang gantinya.

grojogan sewu
Pintu Keluar
Meskipun tidak terlalu besar, namun kolam renang ini memiliki kedalaman maksimal lebih dari 2 meter. Jadi cocok untuk yang ingin belajar mengapung di air seperti aku hehehehe. Tak terasa sudah 2 jam kami "kumkum" di dalam air dengan tubuh agak menggigil, dan waktunya pulang telah tiba. Setelah mandi dan berganti pakaian kami pun bergegas keluar area wisata dengan terlebih dahulu menaiki ratusan anak tangga lagi. Salam lestari.

Jumat, 23 Januari 2015

BIMA SAKTI TERLIHAT dari Gunung Lawu

BIMA SAKTI terlihat dari Gunung Lawu

Star Trail Watu Jago Gunung LawuBerawal dari obrolan ringan, kami pun sepakat untuk mendaki gunung dalam suasana bulan Ramadan. Setidaknya saya ingin merasakan suasana pendakian yang berbeda dari biasanya, sementara rekan saya, Fuat, ingin memotret jejak bintang (star trail).

Kami berlima pun menentukan Gunung Lawu sebagai destinasi pendakian kami. Sebagai gambaran, Gunung Lawu terletak dalam wilayah 2 provinsi, yakni provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Untuk provinsi Jawa Tengah, terdapat 3 jalur pendakian yang bisa digunakan oleh para pendaki yakni jalur pendakian Cemoro Kandang di sisi selatan, jalur pendakian candi Cetho di sisi barat serta jalur pendakian Tambak yang juga berada di sisi barat. Untuk provinsi Jawa Timur sendiri memiliki 2 jalur pendakian yakni jalur Cemoro Sewu di sisi selatan serta jalur pendakian Jogorogo di sisi utara.

Namun, untuk jalur resmi hanya melingkupi 2 jalur yakni jalur pendakian Cemoro Sewu dan jalur pendakian Cemoro Kandang, yang menarik adalah kedua jalur ini hanya terpisah beberapa ratus meter.

Untuk pendakian kali ini, kami berdua memutuskan untuk naik melalui jalur Cemoro Sewu. Pertimbangannya adalah jarak tempuhnya yang lebih pendek dari jalur yang lain.

Sepanjang perjalanan menuju basecamp Cemoro Sewu, kami tak hentinya ngobrol. 

. Sesampainya di daerah Karanganyar,  jarak masih tersisa kurang lebih sekitar 50-an km dari basecamp Cemoro Sewu.

Akhirnya kami tiba di basecamp Cemoro Sewu sebelum tengah malam. Di daerah pasar Tawangmangu, kami sempat berhenti untuk membeli nasi bungkus sebagai santapan. Tepat tengah malam akhirnya kami berlima memulai pendakian bulan Ramadan di Gunung Lawu untuk berburu bintang!

Di sepanjang jalur pendakian, saya menemukan suasana yang benar-benar berbeda. Mulai dari tidak adanya rekan sesama pendaki di sepanjang jalur, hingga langit malam yang cerah bertaburkan bintang. Sungguh

fuat pun mengeluarkan peralatan fotografinya untuk mengabadikan pijar terang bintang yang menghiasi langit malam Gunung Lawu. Setelah beberapa di Watu Jago, kami berlima melanjutkan pendakian dengan target berhenti di pos 5 untuk mendirikan tenda.

Sore harinya, kami memutuskan untuk menuju puncak. Sebelumnya kami menyempatkan mampir di warung Mbok Yem yang berada di sisi utara, tepat sebelum puncak tertinggi gunung Lawu. Mbok Yem sendiri sangat terkenal di kalangan pendaki Gunung Lawu sebagai pemilik warung yang berada di atas ketinggian 3000 mdpl. Di sana, para pendaki bisa menyantap nasi pecel serta segelas teh panas buatan Mbok Yem yang sangat legendaris.

Menurut cerita yang beredar di kalangan pendaki, Mbok Yem sangat jarang turun kebawah. Sehari-hari beliau selalu berada di kawasan puncak Gunung Lawu, membuka warung makan serta tempat penginapan ala kadarnya bagi para pendaki yang tidak atau enggan membuka tenda. Sungguh seperti oase yang berada di tengah gurun pasir.

 kami akhirnya sampai di warung Mbok Yem. Ternyata di tempat tersebut, kami bertemu dengan rekan sesama pendaki yang juga berasal dari Yogyakarta. Kami pun akhirnya sepakat untuk menuju puncak (summit attack) bersama-sama. Sebelumnya, kami menitipkan barang-barang di tempat Mbok Yem supaya tidak terlalu lelah saat menuju puncak.

. Puncak tertinggi gunung Lawu lebih dikenal dengan sebutan puncak Hargodumilah. Puncak Hargodumilah berada pada ketinggian 3.265 meter di atas permukaan laut (mdpl). Setibanya di puncak, rombongan kami pun lantas beristirahat, sembari mengabadikan suasana puncak gunung Lawu menjelang terbenamnya matahari.



Teman pendakian saya, indra, berhasil mendapatkan foto galaksi Bima Sakti (Milky Way) di Puncak Lawu. Benar-benar keberuntungan bagi kami berdua. Setelah dirasa cukup, kami pun turun kembali menuju warung Mbok Yem untuk beristirahat. Kami tidak lagi mendirikan tenda, melainkan tidur di warung Mbok Yem, dengan pertimbangan esok tidak kerepotan berkemas saat turun gunung.

Esoknya, kami pun turun gunung menuju basecamp Cemoro Sewu. . Kami sampai di basecamp Cemoro Sewu tanpa kurang suatu apapun. Lagi-lagi kami tidak bersua dengan pendaki lain sepanjang perjalanan turun.

Sungguh suasana yang sangat berbeda mengingat Gunung Lawu merupakan gunung sangat populer di kalangan pendaki sehingga tingkat kepadatan pendaki biasanya cukup tinggi. Teringat saya akan penjelasan dari teman yang menyebut gunung Lawu dengan istilah gunung weekend. Istilah gunung weekend sendiri diartikan sebagai gunung yang bisa dicapai puncak serta turung kembali dalam rentang waktu sehari semalam.

Pada akhirnya kami berdua berhasil menuntaskan rencana awal yang berasal dari obrolan ringan. Sungguh, menjadi pengalaman yang sangat berbeda 

Kamis, 22 Januari 2015

MISTERI MENANAM ARI ARI BAYI

 Misteri Mitos Menanam Ari-ari Bayi | Tiap daerah di Nusantara mempunyai adat yang berbeda dalam merawat tembuni (ari-ari) sewaktu bayi lahir. Di Jawa sendiri terdapat beberapa variasi, ada yang ditanam sesegera mungkin di rumah orang tuanya, ada yang dihanyutkan ke sungai atau laut, ada juga setelah dimasukkan ke bejana tanah (kendil) kemudian digantung pada blandar (tiang melintang) di dapur atau ruang tengah (sentong).
Perbedaan ini tidak menjadikan masalah, seperti di daerah Jogja dan Solo kebanyakan tembuni diperlakukan dengan ditanam di tanah. Sementara disebagian wilayah Karesidenan Kedu, khususnya Wonosobo, Karesidenan Banyumas, serta di daerah sekitar Karanganyar dan Tawangmangu, para orang tua lebih suka menggantung tembuni yang dimasukkan ke dalam bejana tanah. Untuk sebagian daerah pesisir, cukup banyak orang yang lebih suka menghanyutkan (melabuh) tembuni tersebut.
Meski ada beberapa macam cara memperlakukan tembuni, namun ada satu kesamaan, yaitu setelah dicuci dan dibersihkan dengan hati-hati menggunakan air bersih, tembuni dimasukkan ke dalam bejana tanah. Kemudian disertakan juga beberapa ’uba-rampe’ ke dalamnya. Secara detail tata-cara tersebut diuraikan dalam baris-baris Kidungan di bawah ini:

KIDUNGAN PANGRUKTINING ARI-ARI

(1) Bebukane golong-galing kaki (utawa : nini), putu banteng Wulung.
Kaki Among Nini Among kiye, lah tunggunen gusti arsa guling, sira sun opahi striya mujung.

(2) Kakang Kawah Adi Ari-ari payo pada nglumpuk.
mBok Nirbiyah lan Diah den age, batok bolu lan uyah ywa kari, lan arta rong duwit, dome aja kantun.

(3) Beras abang lawan lenga wangi, miwah gantal loro.
Tetulisan Arab lan Jarwane, den lebokken ing kendil tumuli, nganggo lawon putih, karya lemek iku.

Tiga bait Kidungan di atas menerangkan secara gamblang perlengkapan apa saja yang harus dimasukkan ke dalam bejana tanah bersama tembuni Sang Bayi, yaitu: garam, uang sepasang, jarum yang tajam, beras merah, gantal (sirih yang digulung dana diikat) dua ikat, kertas yang bertuliskan huruf Arab, Latin dan Jawa. Sebelumnya dipersiapkan dahulu kain mori putih secukupnya sebagai alas tembuni dan berbagai perlengkapan yang menyertainya. Kemudian minyak wangi disiramkan secukupnya, kain putih dari ujung ke ujung ditangkupkan dengan rapi, terakhir kendil ditutup dengan tutupnya.

Garam merupakan simbol kehidupan, dan nantinya si anak jika besar akan mampu ’menggarami’ dunia, agar menjadi tempat yang nikmat dan enak bagi siapa saja bak rasa masakan yang lezat. Uang menggambarkan harapan, kelak nanti sang Anak tidak akan kekurangan dalam hal materi. Berjumlah sepasang, agar dalam mencari materi dia tetap menjaga hubungan baik dengan orang-orang disekelilingnya, tidak asal ’tabrak’ dan juga agar tidak lupa bersedekah jika lebih.


Jarum yang tajam adalah gambaran pikiran yang tajam dari sang anak. Beras merah meyimpan harapan agar sang anak tidak pernah kekurangan pangan. Dipilih Beras Merah dengan maksud apa yang dimakan memberikan kekuatan dan kesehatan bagi sang bayi. Beras Merah juga menggambarkan kejujuran dalam berusaha, dan lambang keterikatan dengan keluarga. Sedang warna merah sendiri dalam budaya Jawa menggambarkan sisi keduniawian dari kehidupan. Kertas bertuliskan huruf Arab, Jawa dan Latin, dimaksudkan agar sang anak akan menjadi anak yang beragama, cerdas secara spiritual, emosi dan rasio. Gantal (sirih) menjadikan anak tumbuh sehat dan kuat, serta kelak akan mendapat jodoh yang ideal. Kesemuanya itu beserta tembuni dimasukkan kedalam mori putih, sebagai lambang kepasrahan kepada Yang Maha Esa atas segala doa dan harapan yang dibubungkan dan daya upaya yang telah dilakukan.

Selanjutnya kita simak lanjutan Kidungan di atas tersebut sebagai berikut:

(4) Kutu-kutu walang ataga sami, bareng laringong.
Kang gumremet kang kumelip kabeh, lah tunggunen gusti arsa guling sira sun opahi, jenang sungsum telu.

(5) Dandanane saking suwarga di, batok isi konyoh.
Batok tasik tapel lan pupuke, ana nggawa bokor lawan kendi, ana nggawa maning kebut wiyah payung.

(6) Widadari gumrubyung nekani pra samya amomong ana ngreksa in kanan kering.
Ana nggawa kasur lawan guling kajang sirah adi, kemul sutra alus.

(7) Benjang lamun bayi neka nangis, ingembana gupoh.
Marang latar pojok lor prenahe, pra leluhur rawuh anyuwuki, meneng aja nangis, jabang bayi turu.

Bait 4, menyatakan agar si Orang Tua membuat bubur sumsum sebagai sarana penolak segala penyakit dan bahaya. Kemudian di saat akan menananam kendil berisi tembuni, Bapak dan Ibu harus berdandan rapi seperti akan pergi ke pesta. Kendil di gendong menggunakan selendang, dan dilambari kasur kecil lengkap dengan bantal dan gulingnya, serta diselimuti sutra halus. Sang Ayah berdiri di sampingnya sambil memayungi Sang Ibu yang menggendong kendil berisi tembuni, di tangan satunya membawa kebutan.

Selanjutnya kendil tersebut dimasukkan ke dalam lubang tanah yang telah disiapkan dan ditimbun dengan rapi. Bila malam datang, tepat di atas timbunan itu diberi lampu minyak tanah (senthir), dan agar tidak mati tertiup angin ditutupi oleh kendil yang dibalik yang telah dilubangi dasarnya. Biasanya pemasangan senthir ini dilakukan minimal 35 hari (selapan) dan kadang sampai 3 bulan lamanya.

Dalam bait terakhir, dinyatakan apabila kelak sang bayi menangis terus. Maka orang tua harus menggendongnya ke pojok utara pekarangan rumahnya, dengan maksud agar para leluhur datang untuk menghibur bayi agar tenang.

Rabu, 21 Januari 2015

MANISNYA BUAH DUKU ASLI MATESIH


MATESIH KARANGANYAR_  
Letak Kabupaten Karanganyar yang wilayahnya sebagian berada di lereng Gunung Lawu mempunyai berbagai potensi buah-buahan dan sayuran. Seperti salah satunya di Kecamatan Matesih, merupakan salah satu penghasil buah duku. Tepatnya di desa Plosorejo, sabagai salah satu sentra penghasil buah duku.
DSC_0029
Salah satu warga setempat, Eko Supriyadi mengatakan di desanya rata-rata warga mempunyai pohon duku. Ada yang mempunyai lima hingga 10 pohon di pekarangan rumanya.
“Ciri khas buah duku dari sini terasa lebih manis, jumlah biji sedikit, dan kulitnya lebih kuat sehingga tidak mudah membusuk,” jelas Eko Supriyadi, Senin (15/12) sore saat di temui di rumahnya.
Di desa ini, lanjut Eko, mudah menjumpai pohon duku dengan diameter cukup besar, antara 60 sampai 100 cm dengan ketinggian mencapai diatas 30 meter. Usia pohon duku di sini ini rata-rata sudah berumur ratusan tahun.
“Pohon duku yang berdiameter besar, sudah ada sebelum mereka menghuni pekarangan tersebut. Sebagai contoh, untuk duku dengan diameter 60 cm usianya bisa mencapai 100 tahun. Jadi mereka mewarisi pohon duku itu dari nenek moyang mereka turun temurun,” jelasnya.
Masyarakat di desa Ploserejo mendapatkan penghasilan tambahan lumayan disamping profesi pokoknya sebagai petani. Untuk satu pohon duku saja bisa menghasilkan antara satu sampai lima kuintal buah duku. “Jika per kilonya harga tengkulak Rp. 15.000,00 saja, maka mereka mendapatkan hasil 1,2 juta hingga 7,5 juta untuk sekali musim panen,” kata Eko.
Selain di desa Plosorejo, setidaknya ada tiga desa di kecamatan Matesih sebagai sentra tanaman duku, yaitu di desa Gantiwarno, desa Dawung, desa Pablengan, desa Matesih, dan desa Koripan. Tempat ini sangat berpotensi sebagai sentra budidaya tanaman duku. Kedepan, Karanganyar akan memiliki ikon baru yang lebih menonjol dalam bidang agrowisata khususnya dalam hal produksi buah duku. 

Senin, 19 Januari 2015

SATU LAGI PENEMUAN BAYI di KARANGANYAR

karangAnyar;

Siswa SMA Buang Bayinya

Kasat Sabara Polres Karanganyar, AKP Suparmi (tengah), menggendong bayi perempuan yang ditemukan di Rumah Sakit Umum  Daerah (RSUD) Karanganyar, Rabu (14/1/2015). Bayi tersebut ditemukan Totok, warga Nglano, Tasikmadu, di depan pintu rumahnya, Selasa (13/1/2015) malam. (Bayu Jatmiko Adi/JIBI/Solopos) 
Kasat Sabara Polres Karanganyar, AKP Suparmi (tengah), menggendong bayi perempuan yang ditemukan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Karanganyar, Rabu (14/1/2015). Bayi tersebut ditemukan Totok, warga Nglano, Tasikmadu, di depan pintu rumahnya, Selasa (13/1/2015) malam. (Bayu Jatmiko Adi/JIBI/Solopos) 
 Kepala Bidang Pelayanan Medik dan Keperawatan RSUD Karanganyar, Ita Kusumawati, membantu Polres Karanganyar mengungkap orang tua bayi. Mereka adalah warga Suruh, Tasikmadu, MS, 19, dan F, 17, warga Kalijirak, Tasikmadu. MS masih tercatat sebagai pelajar kelas XII di salah satu sekolah menengah negeri di Karanganyar. Sedangkan F diduga menyelesaikan pendidikan hingga kelas XI. mereka ini BELUM MENIKAH
Berikut ini kronologis pembuangan bayi:
Senin (12/1)    pukul 14.00 WIB MS dan F mendatangi salah satu klinik di Tasikmadu berboncengan. Pukul 16.00 WIB MS melahirkan bayi perempuan bobot 2,2 kg dan panjang 47 cm.
Selasa (13/1)   pukul 20.00 WIB MS dan F keluar dari klinik masing-masing mengendarai sepeda motor.
Pukul 21.30 WIB Warga RT 002/ RW 001, Nglano Kulon, Tasikmadu, Totok, menemukan bayi perempuan di teras rumahnya. Totok melaporkan ke polisi
Rabu (14/1)     pukul 09.00 WIB MS mendatangi rumah F tetapi kosong. MS mengirimkan pesan singkat untuk menanyakan keberadaan F. F membalas pesan singkat MS sore hari. F mengatakan berada di Terminal Pulo Gadung Jakarta.
Malam   Dokter yang membantu MS melahirkan mengunjungi rumah MS karena MS tidak datang untuk pemeriksaan kondisi ibu dan bayi. Saat itu MS mengaku bayinya tidak bersamanya.
Jumat   (16/1)  Malam   Ibu MS, MS, bayan desa di tempat MS bertemu dengan orang tua F, kepala desa di tempat F tinggal dan ketua RT. Mereka sepakat menyelesaikan persoalan secara kekeluargaan.
Minggu (18/1) Pagi      F sampai di rumah setelah pergi ke Jakarta. Kepala desa di tempat F tinggal akan mendampingi F menyelesaikan persoalan di Polres Karanganyar.
PENEMUAN BAYI DI KARANGANYAR : Ini Kronologi Siswa SMA Buang Bayinya

Kamis, 15 Januari 2015

UJI KEPERAWANAN DI CANDI SUKUH


  CANDI SUKUH - Ditemukan oleh arkeolog pada masa pemerintahan Gubernur Raffles tahun 1815. Usaha pelestarian komplek candi ini dilakukan oleh Dinas Purbakala sejak tahun 1917. Konon, candi ini didirikan pada abad ke 15 masehi semasa dengan pemerintahan Suhita, Ratu Majapahit yang memerintah pada tahun 1429-1446. Belum banyak wisatawan menyadari, bahwa Candi Sukuh yang terletak di lereng Gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar yang mudah dicapai dengan kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat, karena hanya berjarak sekitar 27 km dari pusat kota Karanganyar. Candi Sukuh ini sesungguhnya merupakan candi paling menarik di Jawa. Bukan cuma bangunan-bangunan fisiknya yang mengentalkan hal itu. Namun suasana alam yang berkabut tebal serta hawa dingin menusuk tulang yang selalu tersaji saban hari, sering kali menebar nuansa mesum.

Selain menampilkan ornamen orang bersenggama secara vulgar, di lantai pelataran Candi Sukuh juga terpampang jelas relief yang menggambarkan secara utuh alat kelamin pria yang sedang ereksi, berhadap-hadapan langsung dengan vagina. “Lantaran situasinya seperti itu, masyarakat setempat kadang menyebut Candi Sukuh sebagai Candi Rusuh (saru atau tabu).  Memahami Candi Sukuh secara utuh memang tidak cukup melihat kulitnya saja. Kita harus berani masuk hingga ke relung paling dalam. Tapi sanggupkah kita menyibak kesakralan candi paling erotis tersebut, agar kita bisa bermimpi tentang surga di sana?

Menurut sejarah, Candi Sukuh yang berada di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, itu dibangun pada sekitar abad ke-15 oleh masyarakat Hindu Tantrayana. Dalam catatan sejarah, candi ini merupakan candi termuda dalam sejarah pembangunan candi di Bumi Nusantara. Candi ini dibangun pada masa akhir runtuhnya Kerajaan Majapahit. Kompleks situs purbakala Candi Sukuh berada di ketinggian 910 meter diatas permukaan laut. Berhawa sejuk dengan panorama indah.

Memasuki kompleks candi, kita akan bertemu dengan trap pertama yang pintu masuknya melalui sebuah gapura. Pada sisi gapura sebelah utara terdapat relief `manusia ditelan raksasa` yakni sebuah `sengkalan rumit` (candrasengkala) yang bisa dibaca `Gapura (9) buta (5) mangan (3) wong (1)` atau gapura raksasa memakan manusia, yang merujuk sebuah tahun yakni 1359 Saka, atau tahun 1437 Masehi, tahun dimana pembangunan gapura pertama selesai. Di sisi selatan gapura juga terdapat relief raksasa yang berlari sambil menggigit ekor ular. Menurut candrasengkalanya berbunyi `Gapura buta anahut buntut` (gapura raksasa menggigit ekor ular), yang merujuk pula tahun 1359 Saka atau 1437 Masehi.

Saat wisatawan menaiki anak tangga dalam lorong gapura, akan disuguhi relief yang sangat vulgar terpahat di lantai. Relief ini menggambarkan phallus yang berhadapan dengan vagina. Inilah yang kemudian menjadi trademark dari popularitas Candi Sukuh.

Konon dulu, seorang suami yang ingin menguji kesetiaan istrinya, dia akan meminta sang istri melangkahi relief ini. Jika kain kebaya yang dikenakannya robek, maka dia tipe isteri setia. Tapi sebaliknya, jika kainnya hanya terlepas, sang isteri diyakini telah berselingkuh. Namun berbeda dengan sumber yang lain yang admin anehdidunia.com temukan, di sumber lain mengatakan bahwa jika sang gadis yang tidak perawan atau melakukan perselingkuhan melaukan tes ini, maka kain yang digunakan akan robek dan meneteskan darah.
Dan apabila seorang lelaki mengetes keperjakaannya, maka dia harus melangkahinya juga dan jika laki laki tersebut terkencing kencing, maka menjadi bukti bahwa lelaki tersebut sudah tidak perjaka atau pernah melakukan perselingkuhan. Dalam perkembangannya sekarang, cukup banyak anak-anak usia ABG yang datang ke sini berhasrat mengikuti tradisi dan kepercayaan para leluhur tadi. Tapi, karena malu, kurang percaya diri, serta takut kalau-kalau benar terjadi pada diri mereka, maka niat coba-coba itu sering tidak dilaksanakan.

Meskipun memberi kesan porno, relief tersebut sesungguhnya mengandung makna yang mendalam. Relief tersebut sengaja dipahat di lantai pintu masuk dengan maksud agar siapa saja yang melangkahi relief itu segala kotoran yang melekat di badan menjadi sirna sebab sudah terkena `suwuk`. Relief ini mirip lingga-yoni, lambang kesuburan dalam agama Hindu yang melambangkan Dewa Syiwa dengan istrinya, Parwati.

Trap kedua lebih tinggi ketimbang trap pertama dengan pelataran yang lebih luas. Gapura kedua ini sudah rusak, dijaga sepasang arca dengan wajah kosmis. Garapannya kasar dan kaku, mirip arca jaman prasejarah di Pasemah. Pada latar pojok belakang dapat dijumpai seperti jejeran tiga tembok dengan pahatan-pahatan relief, yang disebut relief Pande Besi.

Relief sebelah selatan menggambarkan seorang wanita berdiri di depan tungku pemanas besi, kedua tangannya memegang tangkai `ububan` (peralatan mengisi udara pada pande besi). Boleh jadi dimaksudkan agar api tungku tetap menyala. Ini menggambarkan berbagai peristiwa sosial yang menonjol pada saat pembangunan candi ini.

Di bagian tengah terdapat relief yang menggambarkan Ganesya dengan tangan memegang ekor. Sengkalan rumit ini dapat dibaca `Gajah Wiku Anahut Buntut`, merujuk tahun 1378 Saka atau tahun 1496 Masehi. Relief pada sebelah utara menggambarkan seorang laki-laki sedang duduk dengan kaki selonjor. Di depannya tergolek senjata-senjata tajam seperti keris, tumbak dan pisau.

Sedangkan trap ketiga merupakan trap tertinggi atau sering disebut sebagai trap paling suci. Trap ini melambangkan kehidupan manusia setelah mati, dimana jiwa dan roh manusia terangkat ke nirwana (surga). Konon, mereka yang punya beban hidup berat akan terlepas jika melakukan permohonan di puncak trap ketiga ini. Sebaliknya, segala permohonan yang diminta dengan niat tulus dan hati bersih juga akan terkabul.

Sebelah selatan jalan batu ada terdapat candi kecil, yang di dalamnya ada arca dengan ukuran kecil pula. Menurut mitologi setempat, candi kecil itu merupakan kediaman Kyai Sukuh, penguasa gaib kompleks candi tersebut. Ada juga arca garuda dua buah berdiri dengan sayap membentang. Salah satu arca garuda itu ada prasasti menandai tahun saka 1363. Juga terdapat prasasti yang diukir di punggung relief sapi yang menyiratkan bahwa Candi Sukuh adalah candi untuk pengruwatan.

Dengan bukti-bukti relief cerita Sudamala, Garudeya serta prasasti-prasasti, maka dapat dipastikan Candi Sukuh pada zamannya adalah tempat suci untuk melangsungkan upacara-upacara besar (ritus) ruwatan. Sedangkan ditilik dari bentuk candi yang mirip dengan “punden berundak”, candi ini ditujukan sebagai tempat pemujaan roh-roh leluhur. Tradisi `ruwatan` juga masih dipelihara dengan baik oleh masyarakat penganut Hindu yang berdiam di sekitar kawasan candi sampai sekarang.

AYAM YG HILANG ENTAH KEMANA, TERNYATA DI MAKAN ULAR

KARANGANYAR (KRjogja.com) - Warga Dukuh Jiringan, Desa Dawung, Kecamatan Matesih, Karanganyar, mendadak gempar menyusul ditemukannya ulah phyton, Kamis (14/3) dinihari. Ular seberat 1,5 kuintal dan panjang 6,7 meter ini diketahui sempat memakan puluhan unggas milik warga setempat dalam beberapa hari terakhir.

Ular berukuran besar ini ditemukan di selokan pinggir jalan desa setempat sekitar pukul 01.00 WIB. Kali pertama ditemukan salah satu warga, Wagimin (52) yang mengaku sempat mendapatkan wangsit untuk menangkap ular tersebut. "Sebelumnya saya sempat bermimpi didatangi seorang perempuan cantik, dan kemudian saya seperti dituntun untuk menangkap ular ini," ujarnya.

Begitu mendapati ular tersebut, Wagimin kemudian mengajak beberapa warga lain untuk menangkapnya. Saat ditangkap, ular berada di selokan dan kemudian ditarik ke atas. "Butuh lima orang untuk mengangkat ular ini. Untuk sementara ular kami kandangkan di rumah," jelasnya.

Wagimin mengaku belum tahu mau dikemanakan ular ini, apakah mau dipelihara atau di jual. Yang jelas, penemuan ular ini mendatangkan berkah bagi dirinya karena warga berduyun-duyun datang untuk melihat dari dekat ular tersebut. Warga yang datang, diminta memberikan sumbangan seikhlasnya untuk operasional pemeliharaan ular.

Mulyono, warga yang lain menambahkan, sebelum penangkapan ular tersebut, warga setempat sempat resah. Karena banyak ayam maupun itik yang hiang tanp Sisa. Diduga semunya itu dimakan ular, ternyata dugaan tersebut benar, hilangnya ternak warga, bukan karena dicuri, melainkan dimakan ular.

Sabtu, 10 Januari 2015

Makam Soeharto Diterjang Tanah Longsor

Hujan deras di wilayah Karanganyar, Jawa Tengah, pada Senin malam, 22 Desember 2014, membuat tebing di kompleks Astana Giribangun, Matesih, Karanganyar, longsor. Akibatnya, tanah longsor menutupi jalan masuk ke area makam bekas presiden Soeharto di Astana Giribangun. “Jalan kami tutup sejak semalam. Saat ini kami tengah berupaya membuka akses jalan,” kata Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah Karanganyar Aji Pratama Heru, Selasa, 23 Desember 2014. (Baca: Tutut dan Titiek Hadir di Makam Soeharto)

Dia mengatakan penyebab tanah longsor karena pergerakan tanah akibat hujan deras. Selain material tanah dan batu yang menutupi badan jalan, juga ada pohon, patahan dahan, dan akar bambu.

Pihaknya menyingkirkan material dengan cara manual. Yaitu dengan peralatan seadanya, seperti cangkul, atau menarik batang pohon dan bambu secara bersama-sama. “Atau ditarik dengan mobil,” katanya. (Baca: Ke Makam Soeharto, Prabowo Akan Doakan Bekas Mertua)
Dia berharap hari ini jalan menuju makam Soeharto sudah bisa dilewati. Sebab, selain menjadi akses keluar-masuk kompleks makam, juga menjadi jalan utama bagi warga di Desa Karangbangun. “Kami bekerja sama dengan warga berusaha menyingkirkan material dari jalan,” ucapnya.

Heru mengatakan tidak ada korban jiwa dalam peristiwa longsor tersebut. Juga, tidak ada rumah warga yang tertimpa longsor. Hanya, longsor ini membuat akses jalan bagi warga terputus. Terutama warga yang hendak menuju Astana Giribangun. “Jalan tersebut juga menjadi akses masyarakat yang hendak ke Tawangmangu sebagai jalur alternatif,” katanya.

Jumat, 09 Januari 2015

misteri gunung pegat

 
Mungkin beberapa orang sudah mengetahui mitos Gunung Pegat - Wonogiri. Menurut warga sekitar gunung tersebut zaman dulunya sangat angker dan rawan akan ' Bajing Lompat '. Tidak itu saja banyaknya orang meninggal bunuh diri dan pembunuhan yang pernah terjadi membuat gunung tersebut semakin wingit.

Mitos yang paling melegendaris hingga sampai saat ini ialah orang yang akan berangkat untuk menikah dilarang melewati gunung tersebut . Menurut warga jika itu dilanggar akan membuat hubungan keluarga yang baru saja dibangun akan cepat roboh atau tidak langgeng.

Ketika saya pribadi melewati gunung tersebut memang benar adanya saya rasakan power spiritual dan energy ghaib yang masih sangatlah kental. Berbagai mahkluk halus yang masih menampakan dirinya membuat saya penasaran untuk tambah ingin mengetahui lebih dalam sejarah gunung pegat.

Tapi disisi lain gunung pegat memiliki ke indahan tersendiri . Banyaknya pohon pohon besar yang cukup rindang serta pemandangan bendungan atau waduk Gajah Mungkur yang anda dapat lihat dr gunung pegat membuat sedikit lebih tenang dan menutup kemungkinan anda akan terhindar dr rasa takut jika melewati gunung tersebut.

Sedikit coretan saya untuk para saudaraku semuanya, semoga apa yang saya tulis ini dapat menjadi sebuah pengetahuan baru .
Indahnya berbagi.. Salam Persaudaraan .

MISTERI SAMBERNYAWA DI GUNUNG GAMBAR

"sungguh fantastis strategi tempur Pangeran Sambernyawa. Ibarat makan sepiring bubur panas, ia sendok perlahan dari pinggirnya. Bergerak bagai siluman, menekan daerah rawan konflik, menggusur daerah pertahanan yang lemah. Lalu bergerak ke tengah, menyerbu pusat pemerintahan".

TOKOH REVOLUSIONER dari Mangkunegaran Sala itu berhasil mengacau basis pertahanan VOC. Padahal pasukannya sedikit, pra-sarana perangnya sederhana : keris, tombak dan pistol klothok rampsan. VOC betul-betul kelabakan. Slogan perang tijitibeh atau mati siji mati kabeh, mukti siji mukti kabeh, mati satu mati saja semua, mulia satu semua harus turut mulia, selalu berkumandang saat berhadapan dengan pihak lawan.

Karena keahliannya merancang strategi gerilya dan memusnahkan musuh tanpa pandang bulu, maka dia dijuluki Sambernyawa atau si pencabut nyawa. Namun sayang sekali, akhirnya Sambernyawa tertangkap dan dilenyapkan. Kabar yang disiarkan pihak keraton Mangkunegaran, Sambernyawa seda moksa. Lenyap bersama raganya.

DIADOPSI UNTUK PERANG GERILYA
Meski usaha untuk mengusir 'penguasa' dari tanah perdikan yang dibangun olehnya sia-sia namun namanya tetap melegenda sampai sekarang. Bahkan konsep pertempurannya sering diadopsi pelaku perang gerilya. Yakni seni perang desa mengepung kota dan laut mengepung pulau. Meski route perang gerilyanya tidak dibuatkan tetenger - apalagi dijadikan lomba baris-berbaris, seperti zaman Orba - toh filosofi ciptaannya itu tetap dijadikan sumber inspirasi, bagi mereka yang tersudut, tertekan tapi tanpa pasukan lengkap.
Disamping ahli perang, Sambernyawa dikabarkan juga ahli supranatural yang mumpuni. Ia sering melakukan lelaku batin dan kontemplasi untuk menemukan hakikat berkerajaan, sampai harus keluar dari pagar keraton segala. Ia melakukan perjalanan ke arah Yogyakarta dan berhenti pada sebuah dataran tinggi di Ngawen, Gunungkidul DIY. Menyusun strategi perang sambil tirakat di sebuah gunung batu yang disebut Gunung Gambar. Di puncak bukit itu, Sambernyawa menyusun strategi melawan Belanda.

Seringkali jika malam datang dan dingin menyergap, Sambernyawa masih tegak berdiri, rambutnya tergerai kesana-kemari dimainkan angin, kakinya menapak keras bukit batu itu. Sekeras dendamnya kepada penguasa. Pengikutnya khusuk mendampingi.

Dusun Gunung Gambar, sampai hari ini bukanlah dusun yang subur. Konsumsi utama mereka adalah gaplek, ketela yang diolah. Batu cadas hidup berdampingan dengan ladang penduduk. Sebuah desa yang sungguh terpencil dan dingin. Jika penduduk sekitar bertanya, maka selalu jawaban yang keluar adalah : gusti pangeran sedang menggambar negara. Maka lama kelamaan bukit batu yang tadinya tak bernama dijuluki Gunung Gambar.

TIDAK TERCANTUM SEJARAH
Dalam buku sejarah sekolah dasar, tidak disebutkan Sambernyawa lelaku di Gunung Gambar. Yang ditulis adalah Sambernyawa pernah beranjangsana ke Nglipar Gunung Kidul, 15 kilometer dari Ngawen. Di buku sejarah populer malah ditulis ia mesuraga di Giri Bangun, di Matesih Karanganyar Jawa Tengah. Dan di kelak kemudian jadi makamnya sekalian. Penduduk Gunung Gambar mengisahkan mesuraga Sambernyawa yang tidak banyak diketahui orang itu secara turun-temurun.

Riwayat Sambernyawa sendiri dimulai dari pergolakan suksesi di Kraton Surakarta (sekarang Sala-Jawa Tengah) pada masa pemerintahan Paku Bhuwono I, di awal abad 17. Kala itu, Pangeran Ario Mangkunegara I, ayah Sambernyawa, batal diangkat jadi raja menggantikan PB I. Gara-gara PB II, anak PB I lain Ibu melakukan distorsi politik. Akhirnya Ario Mangkunegara I diasingkan ke Ceylon atau Srilangka. Setelah berhasil menyingkirkan pewaris resmi, PB II memindahkan keraton dari Kartasura ke Surakarta. Distorsi semakin memuncak. Anak Amangkurat IV ke 21 yang disebut Raden Mas Suyono naik tahta pula di Yogyakarta dan bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono I.

Ketika berangkat ke Srilangka, isteri Ario Mangukenagara I melahirkan anak satu-satunya dan diberi nama Raden Mas Said, yang kelak terkenal dengan sebutan Pangeran Sambernyawa. Sejak remaja, Sambernyawa memang sudah tangguh dan berbakat perang. Maka saat usianya menginjak 15 tahun, dia diangkat jadi mantri oleh PB II dan bergelar Pangeran Suryokusumo. Beberapa saat kemudian terjadi pemberontakan kaum pedagang Cina, Sambernyawa meredam dengan gemilang. Ia pun diberi gelar baru Prabu Prangwandono. Pada usianya yang ke-19 ia menyunting Kanjeng Raden Bendara, puteri Sri Sultan Hamengku Buwono I.

Sambernyawa termasuk pangeran langka. Karena sedikit sekali dokumentasi tentang dirinya di Keraton Surakarta. Ia memiliki kekuatan supranatural yang mumpuni sampai tidak mempan difoto. Ia juga dikenal memiliki aji sirep dan panglimunan atau ilmu menghilang. Kedua ilmu Sambernyawa ini sampai sekarang tidak dapat ditelusuri apa jenisnya.

Semasa hidupnya, Sambernyawa menulis Serat Wedhatama yang didalamnya memuat ajaran Tri Dharma yang sangat terkenal. Terdiri 3 butir sesanti berbunyi rumangsa melu handarbeni, wajib ikut memiliki. Wajib melu hangopeni, harus turut mempertahankan dan mulat sariro bangrasa wani, setelah intropeksi baru bertindak.

SEDA MOKSA
Sampai sekarang, riwayat wafatnya Pangeran Sambernyawa masih simpang siur. Ada yang mengatakan jasadnya dimakamkan di halaman keraton, ada pula yang meyakini sudah dimakamkan di Bukit Mangadeg. Matesih Karanganyar Jawa Tengah. Untuk adilnya, kita sebut seda moksa saja. Meninggal dan menghilang bersama raganya. Bagi yang percaya, misteri Sambernyawa moksa tidak dilihat sebagai misteri alam tapi misteri kebatinan. Dalam arti arwah dan jasadnya mrayang - disemayamkan di alam gaib -  dan tidak terdaftar di alam kematian. Karena masih di alam gaib maka ether atau pancaran jiwanya diyakini bisa jadi pundhen atau tempat mengeluh dan berlindung. Memang hampir sama dengan pengertian yang diyakini penganut animisme, namun sesungguhnya berbeda. Secara filosofis, pundhen adalah simbolisasi kejiwaan manusia yang selalu membutuhkan sosok panutan. Ketika tertindas butuh sosok pembebas, ketika tersingkir butuh sosok pembalas, ketika terbongkar rahasianya butuh mengadopsi teknik gerilya Sambernyawa, sehingga kerusuhan dan kebakaran terjadi di mana-mana.

Karena Sambernyawa juga sosok mumpuni dalam kadigdayan maka terasa kurang lengkap jika adopsi tekniknya tidak diselubungi pernak-pernik kebatinan. Disamping hasilnya akan lebih efektif dan tak terduga, kesetiaan pasukan semakin menguat jika dipengaruhi lewat ilmu gaib. Jadi tidak cukup indoktrinasi dan pemolaan sikap semata. Apalagi jika pengikutnya mulai berubah pragmatis.

Aji Jayakawijayan milik Sambernyawa tentu saja, bukan ajian sembarangan. Sebagai keturunan ningrat tentu ia mendapat pendidikan ilmu kanoman dan kasepuhan terbaik dari para ahli supranatural keraton. Sebagaimana diketahui, seni budaya keraton merupakan puncak-puncak seni budaya kamu petani di wilayah kekuasaannya. Disamping warisan leluhur secara turun temurun. Zaman dahulu, keraton memiliki kebiasaan mengambil seni budaya tradisional dari kaum petani, termasuk budaya supranatural. Pencipta atau pemiliknya dianugerahi gelar atau diangkat jadi abadi dalem.

Kebatinan bukan agama, hanya semacam 'agama' kecil yang ditumbuhkan oleh kebiasaan masyarakat secara turun temurun dan akhirnya menjelma jadi kebudayaan. Ia tidak menawarkan surga dan neraka, tapi memelihara ajaran budi pekerti tentang baik dan buruk. Karena wujudnya adalah kebudayaan maka pengaruhnya merata. Dari rakyat jelata sampai raja penguasa.

Pada tahung 1757, di usianya yang ke-31 Sambernyawa resmi mendirikan dinasti Mangkunegaran I dan memerintah 38 tahun lamanya. Sampai sekarang dinasti Mangkunegaran sudah diwariskan sampai 9 generasi. 



mistis makam Soeharto

Astana Giribangun dikenal sebagai makam keluarga Presiden kedua Indonesia, Soeharto. Di atas Astana Giribangun di lereng tenggara, berdiri makam keluarga Istana Mangkunegaran, yakni Astana Mangadeg. Makam keluarga pecahan dinasti Mataram tersebut, terletak di Desa Karang Bangun, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Sebagai leluhur di atasnya Astana Mangadeg melindungi atau orang Jawa menyebutnya "hamemayungi" atau menjadi payung keberadaan makam anak cucunya.

Ternyata kedua makam tersebut memiliki daya mistis dalam sejarah perjalananya. Muncul mitos bahwa makam tersebut merupakan tempat sakral.

"Beberapa kejadian dan fenomena mistis yang saya alami, maupun para penjaga makam lainnya, membuktikan keberadaan makam ini patut diperhitungkan," ujar juru kunci Astana Giribangun, Sukirno kepada merdeka.com, Senin (4/3).

Menurut Sukirno, beberapa peristiwa dan fenomena mistis aneh terjadi menjelang penggalian makam Soeharto. Suasana pemakaman Soeharto di Astana Giribangun kala itu sangat redup, tak ada awan, dengan hembusan angin yang pelan.

"Saat itu suasananya sangat tenang, seolah-olah bumi ini menyambut kedatangan jasad pak Soeharto," katanya.

Banyak cerita mistis yang diceritakan pria kelahiran Karanganyar 17 Februari 1953 tersebut. Kepada merdeka.com Sukirno yang bekerja sejak tahun 1976 tersebut mengatakan, beberapa bulan sebelum kematian Soeharto, terjadi longsor mendadak di bawah Perbukitan Astana Giribangun, ketika cuaca sedang tidak buruk.

Pengalaman Sukirno dan 32 anak buahnya yang paling menegangkan, terjadi tahun 1998, saat bergulirnya gerakan reformasi. Kekuasaan Soeharto mulai dirongrong dan berujung tumbangnya rezim Orde Baru.

"Saat itu banyak hujatan dan dan ancaman yang ingin mengadili Soeharto beserta keluarganya. Termasuk juga ancaman pengerusakan Astana Giribangun. Kami takut dan was-was. Tapi semua kami serahkan pada yang Kuasa," katanya.

Namun ancaman-ancaman tersebut, lanjut Sukirno, tidak terbukti. Semua itu berkat bantuan warga sekitar Astana yang ikut mengamankan makam.

"Saat itu sudah ada ribuan orang yang dikabarkan akan menyerang kami, siap dengan batu dan peralatan lain. Tapi anehnya tak pernah sekalipun mereka hendak melempari Astana dan merusak bangunan makam," ujar Sukirno.

Atas peristiwa tersebut Sukirno berkeyakinan, bahwa Allah melalui arwah para leluhur raja Mangkunegaran datang dan melindungi. Dirinya yakin arwah leluhur bagi orang Jawa masih bersemayam dan jika dalam situasi darurat akan muncul dan melakukan perlindungan.

Sukirno menjelaskan, sebelum dimakamkan pada Minggu Wage, 27 Januari 2008 setelah Azan Asar sekitar pukul 15.30 WIB, keluarga besar Soeharto terlebih dulu melakukan upacara Bedah Bumi, yakni dengan menancapkan linggis ke tanah pemakaman sebanyak tiga kali. Upacara yang dipimpin oleh Begug Purnomosidi mantan Bupati Wonogiri ini bertujuan agar penggalian dapat berjalan lancar dan selamat.

"Saat itu pada penancapan yang pertama dan kedua, tidak terjadi apa apa. Namun, saat penancapan ketiga ada kejadian yang membuat merinding bulu kuduk. Tiba-tiba terdengar suara seperti ledakan, sangat keras bergema di atas kepala kami," ungkap Sukirno.

Mendengar bunyi tersebut, lanjut Sukirno, para penggali makam dan orang-orang di sekitarnya sontak kaget dan ketakutan. Mereka bingung dan mencari-cari dari mana asal suara menggelegar itu.Namun tak menemukannya.

Atas kejadian tersebut, para penggali makam menganggapnya sebagai suara gaib. Mereka beranggapan bumi telah menerima kedatangan jasad Soeharto.

"Saat itu banyak orang, bahkan pejabat yang datang. Semua terdiam, terpaku dan bingung. Kata pak Begug, bumi telah mengisyaratkan penerimaan terhadap jenazah pak Soeharto," tutur Sukirno.

Tak hanya pengalaman pribadinya dan para pekerja di Astana. Sukirno juga mengungkapkan, bahwa para peziarah maupun warga sekitar sering mengalami hal serupa.

"Kejadian-kejadian aneh juga sering dialami peziarah. Tak hanya malam hari, siang pun bisa terjadi. Bagi kami, saat berkunjung ke sini hendaklah membersihkan pikiran kita dulu. Jangan meminta pada jazad pak Soeharto atau semua yang sudah meninggal, tapi berdoalah pada Allah SWT," pungkasnya.

Senin, 05 Januari 2015

Misteri Cahaya Merah & Biru di Gunung Lawu

KARANGANYAR - Berbagai spekulasi mengemuka terkait kemunculan cahaya misterius di sekitar Gunung Lawu. Cahaya tersebut juga terlihat dari ruang angkasa dan terdeteksi oleh satelit Badan Antariksa AS, National Aeronautics and Space Administrastion (NASA).
Hingga kini misteri cahaya tersebut belum terkuak. Namun kemunculan cahaya itu sudah bukan hal aneh bagi warga sekitar.

Polet, pengamat yang juga petugas senior SAR Gunung Lawu, mengungkapkan, ada dua cahaya yang muncul, yakni cahaya beraturan segidelapan (oktagon) seperti dilihat dari angkasa oleh peneliti NASA. Cahaya tersebut diyakini berasal dari kawasan Candi Sukuh.
Cahaya lainnya adalah garis lurus ke angkasa. Cahaya tersebut muncul dengan warna berubah-ubah, yakni biru dan merah.
Menurut dia, warga sekitar meyakini bahwa warna yang muncul itu melambangkan pertanda baik dan buruk. Jika yang keluar warna biru berarti sesuatu yang bagus. Namun bila berwarna merah berarti sestau yang buruk.
”Contohnya sebelum tsunami Aceh, tiba-tiba muncul sleret (sinar) namun berwarna merah. Hanya sekian detik tidak lama, setelah itu tak lama berselang terjadi bencana yang sangat dahsyat itu,” ungkap pria yang akrab diapnggil Pak Po itu.
Contoh lain, lanjut dia, Gunung Kelud meletus, masyarakat sekitar Lawu berucap sesaat lagi gunung tersebut meletus. Kalimat yang akrab didengar oleh warga di lereng Lawu di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, saat itu adalah mereka akan menyapu atau membersihkan halaman yang sebulan belum tentu selesai.
“Terbukti, Gunung Kelud erupsi dan membawa hujan abu yang sangat pekat ke lereng wilayah Gunung Lawu. Yang membersihkan sampai sekarang juga belum bersih dari pasir debu vulkanik Kelud,” tuturnya.
Misteri lain terkait Gunung Lawu, kata Pak Po, puncak tertinggi gunung tidak bisa diihat, seolah ada yang menyembunyikan.
“Puncaknya yang tingginya 3.265 MDPL (meter di atas permukaan laut) berada di sebelah timur. Puncak Lawu tersebut baru akan terlihat bila kita benar-benar berada di atas. Padahal dilihat dari bawah seharusnya bisa,” pungkasnya.

Ini Cerita di Balik Misteri Gunung Lawu

KARANGANYAR - Gunung Lawu yang terletak di perbatasan Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah dan Magetan,Jawa Timur kembali menjadi perbincangan hangat warga yang tinggal di bawa kaki gunung tersebut menyusul banyaknya erupsi gunung berapi.
Bercerita tentang gunung, selalu ada mitos dan cerita rakyat yang berkembang. Tak ubahnya Gunung Lawu, gunung yang masuk di posisi kelima tertinggi di pulau Jawa itu juga memiliki cerita sendiri.
Gunung yang berdiri sangat kokoh di ketinggian 3.265 mdlp tersebut terkenal dengan julukan Seven Summits of Java (Tujuh Puncak Pulau Jawa).
Salah satu tim Resque Karanganyar, Maryoto  yang sudah sangat akrab dengan Gunung Lawu juga menyebutkan jika gunung ini termasuk paling angker dan menyimpan banyak misteri yang belum pernah terungkap.
"Kalau terangker mungkin iya karena sampai sekarang Lawu itu belum terungkap misteri atau jati diri Lawu. Contoh yang paling nyata sampai sekarang tidak pernah ditemukan kuburan eyang Lawu & Sunan Lawu," jelasnya di Posko pendakian Cemoro Kandang, Rabu
Selain kental dengan aura mistik, Gunung Lawu tetap menjadi primadona bagi para pendaki. Bahkan gunung Lawu terkenal dengan penunggu sekaligus penunjuk jalan seekor burung misterius, bernama Kyai Jalak Lawu.
Bagi yang sudah pernah mendaki puncak Lawu yang memiliki suhu terdingin hingga  mencapai minus 5 derajat celcius ini pasti sudah mengenal mitos Kyai Jalak. Konon Kyai Jalak adalah salah satu jelmaan dari abdi dalem setia Prabu Brawijaya V yang bertugas untuk menjaga Gunung Lawu.
Biasanya burung Jalak Lawu berwarna hitam. Namun khusus burung misterius yang terkenal dengan nama Kyai Jalak ini berwarna gading. Tidak semua pendaki bisa bertemu Kyai Jalak. Kyai Jalak yang sering menjadi pemandu bagi para pendaki yang tersesat. Karena itu pantangan bagi para pendaki untuk menganggu Kyai Jalak.
"Namun jika berniat baik, kyai Jalak akan mengantar pendaki sampai ke Puncak Gunung Lawu. Kyai Jalak bertemu  para pendaki, bukan untuk mencelakai, namun sebagian dari tugasnya  menjaga dan menjadi penunjuk jalan bagi para pendaki," terang Maryoto
Sebab itulah gunung yang juga merupakan salah satu poros di pulau Jawa ini banyak masyarakat  yang mempercayai bahwa Gunung Lawu adalah persinggahan Brawijaya V yang merupakan Raja Majapahit terakhir yang akhirnya menghilang bersama raganya alias muksa.
Menurut cerita leluhur yang didapat dari Sardi salah satu pemilik warung di sekitar pos pendakian Cemoro Kandang menyebutkan jika Gunung Lawu merupakan pusat kegiatan spiritual di Tanah Jawa dan ada hubungan dekat dengan tradisi dan budaya keraton Solo dan Yogyakarta misalnya upacara labuhan setiap bulan Sura.
"Gunung Lawu sangat populer untuk kegiatan pendakian. Setiap malam 1 Sura banyak orang berziarah dengan mendaki hingga ke puncak. Dan tiap  suro selalu diadakan upacara sesaji di gunung Lawu," jelasnya ketika di temui beberapa waktu lalu.
Gunung Lawu juga menyimpan misteri pada tiga puncaknya dan menjadi tempat yang dianggap sakral  di Tanah Jawa. Harga Dalem diyakini sebagai tempat pamoksan (menghilangnya) Prabu Brawijaya, Harga Dumiling diceritakan  sebagai tempat pamoksan Ki Sabdopalon yang merupakan abdi setia dari Prabu Brawijaya, dan Harga Dumilah merupakan tempat yang meditasi pagi penganut kejawen.
Lebih lanjut Sardi menjelaskan, setiap pendaki yang pernah naik ke puncak Lawu pasti memahami berbagai larangan tidak tertulis yang harus dipatuhi. Misalnya ketika akan mendaki gunung Lawu adalah  dilarang mengucapkan kata kesel (capai) ketika sedang dalam perjalanan menuju puncak.
"Tidak boleh ngresula (mengeluh), capai, nanti tiba-tiba stamina kita akan mendadak menurun. Jika berkata dingin maka kita akan kedinginan," jelasnya lagi.
Seperti kebanyakan gunung yang ada di Indonesia yang kental dengan aura mistisk, gunung Lawu memiliki pasar yang di sebut pasar setan. Yaitu pasar yang tak terlihat dengan kasat mata. Hanya terdengar suara ramai saja. Dan tidak semua orang bisa mendengarnya.
Selain  mendengar berbagai cerita mistik dari para pendaki yang istirahat di warung miliknya, Sardi juga pernah mengalami hal yang sama sewaktu mudanya dulu.
"Dulu saya pernah sekali mengalami. Makanya jika sedang mendaki dan mendengar suara berbahasa Jawa yang menanyakan 'arep tuku apa mas', (beli apa mas) segera saja buang uang berapa saja. Yang pasti buang di sekitar tempat di mana kita mendengar suaranya. Terus petik daun di sekitar tempat itu seperti kita sedang belanja," terangnya panjang lebar.
Selain Kyai Jalak sebagai penunjuk jalan, kadang kala juga muncul kupu-kupu berwarna hitam, namun di tengah kedua sayapnya terdapat bulatan besar berwarna biru mengkilap.
"Katanya jika melakukan pendakian, melihat kupu-kupu dengan ciri seperti itu adalah pertanda bahwa  kehadiran pendaki  disambut baik (diijinkan) oleh penjaga Gunung Lawu.  Jangan pernah  menganggu, mengusir dan membunuhnya," ungkapnya.
Dan yang paling penting adalah pantangan mengenakan baju berwarna  hijau daun, dan dilarang mendaki Puncak Lawu dengan rombongan yang berjumlah ganjil.
“Jangan naik puncak jika jumlah pendakinya ganjil,  takutnya nanti akan tertimpa kesialan. Satu hal lagi yang harus diingat, jika tiba-tiba ada  ampak-ampak (kabut dingin) yang di barengi suara gemuruh, jangan nekat naik.  Turun saja atau berbaring tertelungkup di tanah," pesannya.

Total Tayangan Halaman