KARANGANYAR - Gunung Lawu yang
terletak di perbatasan Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah dan
Magetan,Jawa Timur kembali menjadi perbincangan hangat warga yang
tinggal di bawa kaki gunung tersebut menyusul banyaknya erupsi gunung
berapi.
Bercerita tentang gunung, selalu ada mitos dan cerita rakyat yang berkembang. Tak ubahnya Gunung Lawu, gunung yang masuk di posisi kelima tertinggi di pulau Jawa itu juga memiliki cerita sendiri.
Gunung yang berdiri sangat kokoh di ketinggian 3.265 mdlp tersebut terkenal dengan julukan Seven Summits of Java (Tujuh Puncak Pulau Jawa).
Salah satu tim Resque Karanganyar, Maryoto yang sudah sangat akrab dengan Gunung Lawu juga menyebutkan jika gunung ini termasuk paling angker dan menyimpan banyak misteri yang belum pernah terungkap.
"Kalau terangker mungkin iya karena sampai sekarang Lawu itu belum terungkap misteri atau jati diri Lawu. Contoh yang paling nyata sampai sekarang tidak pernah ditemukan kuburan eyang Lawu & Sunan Lawu," jelasnya di Posko pendakian Cemoro Kandang, Rabu
Selain kental dengan aura mistik, Gunung Lawu tetap menjadi primadona bagi para pendaki. Bahkan gunung Lawu terkenal dengan penunggu sekaligus penunjuk jalan seekor burung misterius, bernama Kyai Jalak Lawu.
Bagi yang sudah pernah mendaki puncak Lawu yang memiliki suhu terdingin hingga mencapai minus 5 derajat celcius ini pasti sudah mengenal mitos Kyai Jalak. Konon Kyai Jalak adalah salah satu jelmaan dari abdi dalem setia Prabu Brawijaya V yang bertugas untuk menjaga Gunung Lawu.
Biasanya burung Jalak Lawu berwarna hitam. Namun khusus burung misterius yang terkenal dengan nama Kyai Jalak ini berwarna gading. Tidak semua pendaki bisa bertemu Kyai Jalak. Kyai Jalak yang sering menjadi pemandu bagi para pendaki yang tersesat. Karena itu pantangan bagi para pendaki untuk menganggu Kyai Jalak.
"Namun jika berniat baik, kyai Jalak akan mengantar pendaki sampai ke Puncak Gunung Lawu. Kyai Jalak bertemu para pendaki, bukan untuk mencelakai, namun sebagian dari tugasnya menjaga dan menjadi penunjuk jalan bagi para pendaki," terang Maryoto
Sebab itulah gunung yang juga merupakan salah satu poros di pulau Jawa ini banyak masyarakat yang mempercayai bahwa Gunung Lawu adalah persinggahan Brawijaya V yang merupakan Raja Majapahit terakhir yang akhirnya menghilang bersama raganya alias muksa.
Menurut cerita leluhur yang didapat dari Sardi salah satu pemilik warung di sekitar pos pendakian Cemoro Kandang menyebutkan jika Gunung Lawu merupakan pusat kegiatan spiritual di Tanah Jawa dan ada hubungan dekat dengan tradisi dan budaya keraton Solo dan Yogyakarta misalnya upacara labuhan setiap bulan Sura.
"Gunung Lawu sangat populer untuk kegiatan pendakian. Setiap malam 1 Sura banyak orang berziarah dengan mendaki hingga ke puncak. Dan tiap suro selalu diadakan upacara sesaji di gunung Lawu," jelasnya ketika di temui beberapa waktu lalu.
Gunung Lawu juga menyimpan misteri pada tiga puncaknya dan menjadi tempat yang dianggap sakral di Tanah Jawa. Harga Dalem diyakini sebagai tempat pamoksan (menghilangnya) Prabu Brawijaya, Harga Dumiling diceritakan sebagai tempat pamoksan Ki Sabdopalon yang merupakan abdi setia dari Prabu Brawijaya, dan Harga Dumilah merupakan tempat yang meditasi pagi penganut kejawen.
Lebih lanjut Sardi menjelaskan, setiap pendaki yang pernah naik ke puncak Lawu pasti memahami berbagai larangan tidak tertulis yang harus dipatuhi. Misalnya ketika akan mendaki gunung Lawu adalah dilarang mengucapkan kata kesel (capai) ketika sedang dalam perjalanan menuju puncak.
"Tidak boleh ngresula (mengeluh), capai, nanti tiba-tiba stamina kita akan mendadak menurun. Jika berkata dingin maka kita akan kedinginan," jelasnya lagi.
Seperti kebanyakan gunung yang ada di Indonesia yang kental dengan aura mistisk, gunung Lawu memiliki pasar yang di sebut pasar setan. Yaitu pasar yang tak terlihat dengan kasat mata. Hanya terdengar suara ramai saja. Dan tidak semua orang bisa mendengarnya.
Selain mendengar berbagai cerita mistik dari para pendaki yang istirahat di warung miliknya, Sardi juga pernah mengalami hal yang sama sewaktu mudanya dulu.
"Dulu saya pernah sekali mengalami. Makanya jika sedang mendaki dan mendengar suara berbahasa Jawa yang menanyakan 'arep tuku apa mas', (beli apa mas) segera saja buang uang berapa saja. Yang pasti buang di sekitar tempat di mana kita mendengar suaranya. Terus petik daun di sekitar tempat itu seperti kita sedang belanja," terangnya panjang lebar.
Selain Kyai Jalak sebagai penunjuk jalan, kadang kala juga muncul kupu-kupu berwarna hitam, namun di tengah kedua sayapnya terdapat bulatan besar berwarna biru mengkilap.
"Katanya jika melakukan pendakian, melihat kupu-kupu dengan ciri seperti itu adalah pertanda bahwa kehadiran pendaki disambut baik (diijinkan) oleh penjaga Gunung Lawu. Jangan pernah menganggu, mengusir dan membunuhnya," ungkapnya.
Dan yang paling penting adalah pantangan mengenakan baju berwarna hijau daun, dan dilarang mendaki Puncak Lawu dengan rombongan yang berjumlah ganjil.
“Jangan naik puncak jika jumlah pendakinya ganjil, takutnya nanti akan tertimpa kesialan. Satu hal lagi yang harus diingat, jika tiba-tiba ada ampak-ampak (kabut dingin) yang di barengi suara gemuruh, jangan nekat naik. Turun saja atau berbaring tertelungkup di tanah," pesannya.
Bercerita tentang gunung, selalu ada mitos dan cerita rakyat yang berkembang. Tak ubahnya Gunung Lawu, gunung yang masuk di posisi kelima tertinggi di pulau Jawa itu juga memiliki cerita sendiri.
Gunung yang berdiri sangat kokoh di ketinggian 3.265 mdlp tersebut terkenal dengan julukan Seven Summits of Java (Tujuh Puncak Pulau Jawa).
Salah satu tim Resque Karanganyar, Maryoto yang sudah sangat akrab dengan Gunung Lawu juga menyebutkan jika gunung ini termasuk paling angker dan menyimpan banyak misteri yang belum pernah terungkap.
"Kalau terangker mungkin iya karena sampai sekarang Lawu itu belum terungkap misteri atau jati diri Lawu. Contoh yang paling nyata sampai sekarang tidak pernah ditemukan kuburan eyang Lawu & Sunan Lawu," jelasnya di Posko pendakian Cemoro Kandang, Rabu
Selain kental dengan aura mistik, Gunung Lawu tetap menjadi primadona bagi para pendaki. Bahkan gunung Lawu terkenal dengan penunggu sekaligus penunjuk jalan seekor burung misterius, bernama Kyai Jalak Lawu.
Bagi yang sudah pernah mendaki puncak Lawu yang memiliki suhu terdingin hingga mencapai minus 5 derajat celcius ini pasti sudah mengenal mitos Kyai Jalak. Konon Kyai Jalak adalah salah satu jelmaan dari abdi dalem setia Prabu Brawijaya V yang bertugas untuk menjaga Gunung Lawu.
Biasanya burung Jalak Lawu berwarna hitam. Namun khusus burung misterius yang terkenal dengan nama Kyai Jalak ini berwarna gading. Tidak semua pendaki bisa bertemu Kyai Jalak. Kyai Jalak yang sering menjadi pemandu bagi para pendaki yang tersesat. Karena itu pantangan bagi para pendaki untuk menganggu Kyai Jalak.
"Namun jika berniat baik, kyai Jalak akan mengantar pendaki sampai ke Puncak Gunung Lawu. Kyai Jalak bertemu para pendaki, bukan untuk mencelakai, namun sebagian dari tugasnya menjaga dan menjadi penunjuk jalan bagi para pendaki," terang Maryoto
Sebab itulah gunung yang juga merupakan salah satu poros di pulau Jawa ini banyak masyarakat yang mempercayai bahwa Gunung Lawu adalah persinggahan Brawijaya V yang merupakan Raja Majapahit terakhir yang akhirnya menghilang bersama raganya alias muksa.
Menurut cerita leluhur yang didapat dari Sardi salah satu pemilik warung di sekitar pos pendakian Cemoro Kandang menyebutkan jika Gunung Lawu merupakan pusat kegiatan spiritual di Tanah Jawa dan ada hubungan dekat dengan tradisi dan budaya keraton Solo dan Yogyakarta misalnya upacara labuhan setiap bulan Sura.
"Gunung Lawu sangat populer untuk kegiatan pendakian. Setiap malam 1 Sura banyak orang berziarah dengan mendaki hingga ke puncak. Dan tiap suro selalu diadakan upacara sesaji di gunung Lawu," jelasnya ketika di temui beberapa waktu lalu.
Gunung Lawu juga menyimpan misteri pada tiga puncaknya dan menjadi tempat yang dianggap sakral di Tanah Jawa. Harga Dalem diyakini sebagai tempat pamoksan (menghilangnya) Prabu Brawijaya, Harga Dumiling diceritakan sebagai tempat pamoksan Ki Sabdopalon yang merupakan abdi setia dari Prabu Brawijaya, dan Harga Dumilah merupakan tempat yang meditasi pagi penganut kejawen.
Lebih lanjut Sardi menjelaskan, setiap pendaki yang pernah naik ke puncak Lawu pasti memahami berbagai larangan tidak tertulis yang harus dipatuhi. Misalnya ketika akan mendaki gunung Lawu adalah dilarang mengucapkan kata kesel (capai) ketika sedang dalam perjalanan menuju puncak.
"Tidak boleh ngresula (mengeluh), capai, nanti tiba-tiba stamina kita akan mendadak menurun. Jika berkata dingin maka kita akan kedinginan," jelasnya lagi.
Seperti kebanyakan gunung yang ada di Indonesia yang kental dengan aura mistisk, gunung Lawu memiliki pasar yang di sebut pasar setan. Yaitu pasar yang tak terlihat dengan kasat mata. Hanya terdengar suara ramai saja. Dan tidak semua orang bisa mendengarnya.
Selain mendengar berbagai cerita mistik dari para pendaki yang istirahat di warung miliknya, Sardi juga pernah mengalami hal yang sama sewaktu mudanya dulu.
"Dulu saya pernah sekali mengalami. Makanya jika sedang mendaki dan mendengar suara berbahasa Jawa yang menanyakan 'arep tuku apa mas', (beli apa mas) segera saja buang uang berapa saja. Yang pasti buang di sekitar tempat di mana kita mendengar suaranya. Terus petik daun di sekitar tempat itu seperti kita sedang belanja," terangnya panjang lebar.
Selain Kyai Jalak sebagai penunjuk jalan, kadang kala juga muncul kupu-kupu berwarna hitam, namun di tengah kedua sayapnya terdapat bulatan besar berwarna biru mengkilap.
"Katanya jika melakukan pendakian, melihat kupu-kupu dengan ciri seperti itu adalah pertanda bahwa kehadiran pendaki disambut baik (diijinkan) oleh penjaga Gunung Lawu. Jangan pernah menganggu, mengusir dan membunuhnya," ungkapnya.
Dan yang paling penting adalah pantangan mengenakan baju berwarna hijau daun, dan dilarang mendaki Puncak Lawu dengan rombongan yang berjumlah ganjil.
“Jangan naik puncak jika jumlah pendakinya ganjil, takutnya nanti akan tertimpa kesialan. Satu hal lagi yang harus diingat, jika tiba-tiba ada ampak-ampak (kabut dingin) yang di barengi suara gemuruh, jangan nekat naik. Turun saja atau berbaring tertelungkup di tanah," pesannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar